Sabtu, 29 November 2014

JIKA PROGRAM TRAINING FOR SEDEKAH BISA BERMANFAAT.......


KAMI MENCOBA BERSEDEKAH DENGAN ILMU YANG TELAH DIDAPAT SELAMA WAKTU DALAM PERJALANAN HIDUP INI....SEMOGA BISA BERMANFAAT UNTUK YANG MEMBUTUHKAN ...BISA MENGHUBUNGI HOTLINE:+62 877 3974 9300

Selasa, 21 Januari 2014

PROGRAM TRAINING FOR SEDEKAH UNTUK INDONESIA


PROGRAM TRAINING FOR SEDEKAH UNTUK INDONESIA

PROGRAM TRAINING INI POLA SEDEKAH KAMI AKAN BERMITRA DI SELURUH INDONESIA dari hasil TRAINING ini akan disedekahkan 70% untuk kepentingan PENDIDIKAN, RUMAH TAZFID, MASJID, PONDOK PESANTREN, SAUDARA KITA YANG TERBELIT HUTANG,YATIM PIATU, DUAFA, RUMAH SAKIT, PEJUANG UNTUK NEGERI, PEMIMPIN SHOLEH dll...KAMI MOHON ANDA UNTUK MENYEBARKAN PEMIKIRAN INI SEBAGAI BENTUK PEDULI DAN ANDA JUGA TERMASUK BERESEDEKAH SILAHKAN SMS/TELPON KE HOTLINE : 08773974 9300 ( Ir. WAHYU BASUKI, MT. TRAINER TRAINING FOR SEDEKAH )
 SEANDAINYA PROGRAM TRAINING FOR SEDEKAH... dan jika PEMIKIRAN ini bisa diikuti oleh TRAINER, MOTIVATOR, TOKOH, PROFESOR seluruh Indonesia..maka seandainya diseluruh kota Propinsi Di Indonesia diselenggarakan di 34 kota Propinsi sehari peserta 5000 x 34 x biaya Training 50.000 = Rp. 10 750.000.000,- jika 70% disedekahkan berjumlah Rp. 7.525.000.000,- dalam sehari serentak diselenggarakan di 34 Propinsi .......kalau kita hitung selama 12 bulan ...berjumlah Rp. 2. 709.000.000.000,- LUAR BIASA insyaallah akan membantu program PEMERINTAH...khususnya kaum DUAFA akan bisa mulai BERSINAR UNTUK MERDEKA dari kemiskinan....insyaallah berhasil amin

Sabtu, 04 Februari 2012

Rahasia Pendidikan Rasulullah


Rahasia Pendidikan Rasulullah


Sudah berhasilkah pendidikan di Indonesia? Kalau memang sudah berhasil, apa indikatornya, begitupun bila belum? Kemana sebenarnya arah pendidikan bangsa ini? Model manusia apakah yang ingin dihasilkan dari sistem pendidikan nasional kita? Apakah ragam kurikulum yang telah dibuat dan seringkali diperbarui dari waktu ke waktu, sudah menjadi jaminan penghantar bagi kemajuan masa depan anak-anak negeri ini? Adakah keterkaitan pendidikan kita dengan anugerah suburnya alam nusantara, yang kaya dengan ragam habitat nabati, botani dan biologi, baik di daratan maupun di lautan, sehingga menjadikan bangsa ini benar-benar sejahtera, kaya makmur dan berdaulat atas tanahnya sendiri? Islam merupakan agama yang dipeluk oleh mayoritas bangsa ini, namun sudahkah nilai-nilai Islam menjadi bagian dari pola hidup umat Islam dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Kalau memang diyakini, bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah contoh tauladan terbaik tiada dua, namun mengapa umat Islam tidak menjadikannya sebagai role model bagi seluruh kegiatan pendidikan, pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia unggulan?
Dalam tulisan sederhana ini, kita akan mencoba menggali apa sebenarnya rahasia pendidikan Rasulullah SAW, sehingga bisa menghasilkan manusia-manusia mulia yang sukar dicari tandingannya di dunia ini.
Rahasia Pendidikan Rasulullah SAW
Sejarah kehidupan Muhammad SAW adalah sejarah yang terbuka. Semenjak dia kecil, remaja, dewasa bahkan saat beliau diangkat menjadi Rasulullah SAW. Bila kita simak segala aspek kehidupan beliau, sungguh luar biasa keajaiban dan kehebatan beliau yang tiada tepinya. Baik saat beliau memimpin, bergaul termasuk cara beliau mendidik ummatnya. Terlihat nyata dan jelas sekali, bagaimana dengan sarana dan prasarana yang minimal, ternyata menghasilkan sumber daya manusia maksimal, yang tiada tandingannya di dunia ini.

Kita tahu, bahwa para sahabat nabi, pada umumnya adalah manusia-manusia yang secara akademis sangat tertinggal dibanding bangsa-bangsa di sekitar Arabia. Seperti bangsa Mesir, bangsa Romawi ataupun bangsa Persia. Mereka adalah bangsa-bangsa tua, yang selama ratusan tahun telah akrab dengan dunia tulis menulis, dunia perdebatan, dunia riset dan dunia buku. Sementara, bangsa Arab saat itu hanya mengenal bersyair, ilmu berkuda dan riwayat-riwayat suku-suku. Karena itulah, kita hampir tidak menemukan satu pun peninggalan sejarah dalam bentuk fisik yang dihasilkan bangsa Arab sebelum Islam. Apalagi dalam bentuk karya tertulis.

Namun ketika Rasulullah SAW bangkit menyampaikan Islam, maka dengan secepat kilat bangsa Arab bangkit laksana raksasa yang baru bangun dari tidurnya. Secara militer, mereka telah melakukan pergerakan yang sedemikian cepat dengan menumbangkan para penguasa dzalim pada masa itu. Yaitu Kaisar Romawi di barat dan Maharaja Parsi di timur. Sementara secara moral, mereka telah menunjukkan dengan apik sebuah model pemerintahan yang melayani rakyat sebagai ganti periode sebelumnya, dimana rakyat bukan hanya pelayan dari penguasa, namun telah menjadi budak para penguasa. Di bidang kebudayaan, bangsa Arab yang bodoh telah bergerak cepat mengambil alih berbagai peradaban tua dan menyinarinya dengan cahaya Islam. Hingga kemudian lahirlah para ilmuwan Islam yang cukup terkenal hingga saat ini. Seperti Ibnu Sina (kedokteran), Ibn 'Arabi (filsafat), Ibn Khaldun (Sosial), Al Ghazaly (Tasawuf), Al Mawardi (ketatanegaraan), Asy Syafi'i, Hanafy, Maliki dan Hambaly (hukum) dan lain-lain.

Yang menjadi pertanyaan bagi para pendidik adalah apakah rahasia pendidikan Rasulullah SAW, yang mampu merubah seorang jagoan kampung semacam Khalid bin Walid sehingga menjadi jenderal tak terkalahkan pada masanya. Atau preman pasar semacam Umar bin Khatab yang kemudian menjadi kepala negara yang susah dicari tandingannya di masa sekarang. Bagaimana budak semacam Salman Al Farisi yang sebelumnya hanya mengenal cara menanam dan merawat kurma di Madinah bisa menjadi gubernur yang sukses di Persia. Dan bagaimana pengembala kambing seperti Abdullah bin Mas'ud bisa menjadi ahli tafsir Al Qur'an? Dan bagaimana seorang Bilal, hamba sahaya yang dihina dina, menjelma menjadi sosok manusia penuh kemuliaan, sehingga dijuluki Bilal ibn Rabbah?

Ternyata, kalau kita simak secara teliti dan mendalam, ada beberapa rahasia keberhasilan pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, diantaranya:.
Pertama, basis pendidikan yang beliau bangun adalah Iman/Tauhid/Akidah. Hingga dengan keyakinan inilah, kemudian muncul pribadi-pribadi yang bisa mengendalikan diri dan pribadi-pribadi yang meyakini asal muasal mereka berasal, apa yang harus dilakukan selama hidup di dunia, dan kesadaran bahwa kelak merekapun akan diminta pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang telah mereka lakukan di hadapan Allah SWT. Sehingga dari pancaran keimanan ini, muncul pribadi-pribadi yang jujur, rendah hati, terbuka, bertanggung jawab, amanah dan berakhlak mulia. Dengan dasar keimanan ini, seorang manusia menjadi sosok yang mensemesta dan menjagat raya. Dari seorang yang limited person (sosok serba terbatas), menjadi unlimited person (sosok yang tak terbatas).

Kedua, basis pendidikan beliau adalah akhlak. Akhlak atau sering diistilah dengan karakter atau "attitude" tingkah laku, merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembinaan ummat yang beliau lakukan. Rasulullah SAW merupakan cerminan komprehensif kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Beliau menyampaikan risalah Islam tidak sekedar bicara verbal semata, melainkan seluruh tingkah lakunya adalah contoh suri tauladan bagi umatnya. Bahkan sayyidah ‘Aisyah r.a. tatkala ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi Rasulullah SAW menyebutkan, bahwa Rasulullah itu adalah Al-Qur'an berjalan. Artinya semua kaidah kehidupan yang ditetapkan Islam melalui Al-Qur'an semuanya contoh sudah terdapat dan dijumpai dalam diri Rasulullah SAW. Rasul tidak sekedar memberikan teori, akan tetapi contoh konkret melalui akhlak dan perilakunya. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi juga kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan teladan yang baik. "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (QS.Al-Ahzab : 21)

Pendidikan yang Rasulullah terapkan, tidak sekedar transfer ilmu pengetahuan akan tetapi transfer nilai-nilai spiritual. Nilai-nilai ketuhanan ditransmisikan kepada para sahabat dan shohabiyah ketika itu. Pendidikan yang dilahirkan adalah pendidikan yang mengacu kepada kebenaran Allah, Tuhan Semesta Alam. Dengan begitu generasi terbaik yang dihasilkan merupakan generasi yang konsisten di dalam menularkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Hal ini beliau sampaikan dalam khutbah-khutbah yang beliau lakukan. Disamping itu, dalam kesempatan berbincang-bincang dan bergaul dengan para sahabat, beliau sangat menekankan aspek akhlak ini kepada mereka. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bahwa Rasulullah SAW memberikan contoh konkret bagaimana bentuk akhlak yang mulia ini melalui perilaku belau sehari-hari. Hingga dari hasil pendidikan akhlak yang beliau lakukan, lahirlah insan-insan yang berbudi pekerti mulia. Dan ternyata kelak akhlak mulia yang dimiliki para sahabat ini menjadi modal besar bagi mereka dalam meraih kesuksesan dalam perjuangan yang mereka lakukan.

Ketiga, basis pendidikan berdasar minat dan bakat. Rasulullah SAW sangat tahu bahwa masing-masing sahabat beliau memiliki kelebihan-kelebihan dan keunikan-keunikan dimana yang satu berbeda dengan yang lain. Karena itulah, beliau tidak membebani mereka untuk melakukan sesuatu yang diluar bakat dan kapasitas alamiah mereka. Hingga akhirnya timbuhlah manusia-manusia istimewa dengan basis bakat alamiah mereka masing-masing.

Khalid bin Walid misalnya. Ia dari awal memiliki bakat kemiliteran yang menonjol. Karena itulah, Rasulullah SAW membina Khalid agar menjadi panglima perang yang handal. Bukan menjadi ahli pengobatan atau ahli hukum. Zaid bin Haritsah lain lagi. Sahabat Nabi yang satu ini memiliki minat dan bakat dalam bidang berhitung dan bahasa asing. Maka sejak dini Rasulullah SAW membimbing Zaid sehingga ia menjadi ahli faroidh (hukum waris) disamping menjadi juru bahasa beliau dan sekretaris pribadi. Sementara Abdurrahman bin Auf memiliki bakat di bidang perdagangan. Maka beliau pun membinanya hingga akhirnya Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu konglomerat Islam yang banyak memberikan sumbangan harta bagi kejayaan Islam dan kaum muslimin. Demikian juga dengan para sahabat yang lain. Mereka dibina oleh Rasulullah SAW sesuai dengan bakat mereka masing-masing.

Keempat, pendidikan berbasis doa dan riyadhoh ritual (tirakat). Rasulullah SAW mengajarkan, bahwa doa adalah sesuatu yang penting bagi setiap mukmin. Dan beliau pun memberi contoh bagaimana berdoa dalam berbagai situasi dan kondisi. Dengan berdoa dan riyadhoh, potensi lahiriah yang sebenarnya terbatas dapat dilipat gandakan dayagunanya sehingga dapat melebihi keadaan apabila tidak disertai doa. Dengan demikian, upaya yang dilakukan bukan sekedar bertumpu pada kemampuan lahiriyah, namun juga didukung oleh "peran dan kuasa langit", sehingga kesuksesan dan kejayaan bisa diraih. Inilah yang juga sangat ditekankan oleh Al Qur'an dan Sunnah. Karena itulah, jika kita melihat kehidupan para sahabat Nabi, mereka ternyata adalah pelaku-pelaku olah spiritual yang sangat kuat dan ini menjadi salah satu rahasia keksuksesan dalam hidup mereka.

Dari semua dasar pendidikan di atas, hingga akhirnya muncul sekelompok manusia yang sholeh mulia, dengan keunikan masing-masing, berkarakter, berakhlak terpuji serta dengan modal keimanan dan laku spiritual yang kuat, yang menyatu dalam Jama'ah Islam, bergerak dalam satu komando untuk menegakkan agama Allah SWT. Inilah rahasia mengapa pendidikan yang beliau lakukan membuahkan hasil yang gemilang.
Sumber: motivasiislam.online.

Kamis, 01 Desember 2011

Keutamaan Sholawat dan Salam Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam

Keutamaan Sholawat dan Salam Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam Dari Umar -Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: ((إذَا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا لِي الوَسِيلَةَ فَإنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأرْجُو أنْ أكُونَ هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ)) “Jika kalian mendengar orang yang adzan maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan dan bersholawatlah untukku karena barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah (kedudukan mulia di surga) untukku, karena ia adalah suatu kedudukan di surga yang tidak pantas diberikan kecuali kepada seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan semoga akulah hamba itu, maka barangsiapa yang memohon untukku wasilah maka ia berhak mendapatkan syafa’at.” [H.R. Muslim] Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِيْنَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي)) “Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa’atku.” [H.R. Thabarani] Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) “Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” [H.R. Muslim, Ahmad dan perawi hadits yang tiga] Dan dari Abdurrahman bin ‘Auf -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Saya telah mendatangi nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam ketika ia sedang sujud dan memperpanjang sujudnya. Beliau bersabda:“Saya telah didatangi Jibril, ia berkata: “Barangsiapa yang bersholawat untukmu, maka saya akan bersholawat untuknya dan barangsiapa yang memberi salam untukmu maka saya akan memberi salam untuknya, maka sayapun bersujud karena bersyukur kepada Allah.” [H.R. Hakim, Ahmad dan Jahadhmiy] Ya’qub bin Zaid bin Tholhah At-Taimiy berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telah datang kepadaku (malaikat) dari Tuhanku dan berkata: “Tidaklah seorang hamba yang bersholawat untukmu sekali kecuali Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” Maka seseorang menuju kepadanya dan bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah saya jadikan seperdua doaku untukmu?” Beliau menjawab: “Jika anda mau”. Lalu bertanya: “Apakah saya jadikan sepertiga doaku?” Beliau bersabda: “Jika anda mau” Ia bertanya: “Kalau saya jadikan seluruh doaku?” Beliau bersabda: “Jika demikian maka cukuplah Allah sebagai motivasi dunia dan akhiratmu.” [H.R. Al-Jahdhami, Al-Albani berkata: “Hadits Mursal dengan Isnad yang Shohih] Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: ((إنَّ للهِ مَلاَئِكَةً سَيَّاحِينَ يُبَلِّغُونَنِي مِنْ أُمَّتِي السَّلاَمَ)) “Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling menyampaikan salam kepadaku dari umatku.” [H.R. Nasa’i dan Hakim] Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, diampuni sepuluh dosa-dosanya dan diangkat baginya sepuluh derajat.” [H.R. Ahmad dan Bukhari, Nasa’i dan Hakim dan ditashih oleh Al-Albani] Hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud: “Manusia yang paling utama di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan berkata: “Hasan ghorib dan H.R. Ibnu Hibban] Dari Jabir bin Abdullah berkata: “Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ketika mendengarkan adzan membaca: ((اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ ، آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ)) “Ya Allah! Tuhan pemilik adzan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, berilah Muhammad wasilah dan fadhilah dan bangkitkanlah ia pada tempat terpuji yang telah Engkau janjikan untuknya.” Maka ia berhak mendapatkan syafa’at pada hari kiamat. [H.R. Bukhari dalam shohihnya] Celaan Bagi Yang Tidak Bersholawat Untuk Nabi. Dari Abu Huraerah -Radhiyallahu ‘Anhu-¬ berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah seseorang yang jika namaku disebut di sisinya ia tidak bersholawat untukku, celakalah seseorang, ia memasuki bulan Ramadhan kemudian keluar sebelum ia diampuni, celakalah seseorang, kedua orang tuanya telah tua tetapi keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga.” Abdurrahman salah seorang perawi hadits dan Abdurrahman bin Ishak berkata: “Saya kira ia berkata: “Atau salah seorang di antara keduanya” [H.R. Tirmidzi dan Bazzar] Dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: ((البَخِيلُ كُلَّ البُخْلِ الَّذِي ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ)) “Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy] Dari Ibnu Abbas, Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: ((مَنْ نَسِيَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ خُطِئَ طَرِيقَ الجَنَّةَ)) “Barangsiapa yang lupa mengucapkan sholawat untukku maka ia telah menyalahi jalan surga.” [Telah ditashih oleh Al-Albani] Dari Abu Hurairah, Abul Qosim bersabda: “Suatu kaum yang duduk pada suatu majelis lalu mereka bubar sebelum dzikir kepada Allah dan bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, maka Allah akan menimpakan kebatilan atas mereka, bila Ia menghendaki maka mereka akan disiksa dan bila Ia menghendaki maka mereka akan diampuni.” [H.R. Tirmidzi dan mentahsinnya serta Abu Daud] Diriwayatkan oleh Abu Isa Tirmidzi dari sebagian ulama berkata: “Jika seseorang bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam sekali dalam suatu majelis, maka itu sudah memadai dalam majelis tersebut.” Faedah dan Buah Sholawat Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam: Ibnul Qoyyim menyebutkan 39 manfaat sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta’aala 2. Mendapatkan sepuluh sholawat dari Allah bagi yang membaca sholawat satu kali. 3. Ditulis baginya sepuluh kebaikan dan dihapus darinya sepuluh kejahatan. 4. Diangkat baginya sepuluh derajat. 5. Kemungkinan doanya terkabul bila ia mendahuluinya dengan sholawat, dan doanya akan naik menuju kepada Tuhan semesta alam. 6. Penyebab mendapatkan syafa’at sollallohu ‘alaihi wa sallam bila diiringi oleh permintaan wasilah untuknya atau tanpa diiringi olehnya. 7. Penyebab mendapatkan pengampunan dosa. 8. Dicukupi oleh Allah apa yang diinginkannya. 9. Mendekatkan hamba dengan nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat. 10. Menyebabkan Allah dan malaikat-Nya bersholawat untuk orang yang bersholawat. 11. Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab sholawat dan salam orang yang bersholawat untuknya. 12. Mengharumkan majelis dan agar ia tidak kembali kepada keluarganya dalam keadaan menyesal pada hari kiamat. 13. Menghilangkan kefakiran. 14. Menghapus predikat “kikir” dari seorang hamba jika ia bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam ketika namanya disebut. 15. Orang yang bersholawat akan mendapatkan pujian yang baik dari Allah di antara penghuni langit dan bumi, karena orang yang bersholawat, memohon kepada Allah agar memuji, menghormati dan memuliakan rasul-Nya, maka balasan untuknya sama dengan yang ia mohonkan, maka hasilnya sama dengan apa yang diperoleh oleh rasul-Nya. 16. Akan mendapatkan berkah pada dirinya, pekerjaannya, umurnya dan kemaslahatannya, karena orang yang bersholawat itu memohon kepada Tuhannya agar memberkati nabi-Nya dan keluarganya, dan doa ini terkabul dan balasannya sama dengan permohonannya. 17. Nama orang yang bersholawat itu akan disebutkan dan diingat di sisi Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam seperti penjelasan terdahulu, sabda Rasul: “Sesungguhnya sholawat kalian akan diperdengarkan kepadaku.” Sabda beliau yang lain: “Sesungguhnya Allah mewakilkan malaikat di kuburku yang menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan kehormatan bila namanya disebut dengan kebaikan di sisi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam. 18. Meneguhkan kedua kaki di atas Shirath dan melewatinya berdasarkan hadits Abdurrahman bin Samirah yang diriwayatkan oleh Said bin Musayyib tentang mimpi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam: “Saya melihat seorang di antara umatku merangkak di atas Shirath dan kadang-kadang berpegangan lalu sholawatnya untukku datang dan membantunya berdiri dengan kedua kakinya lalu menyelamatkannya.” [H.R. Abu Musa Al-Madiniy] 19. Akan senantiasa mendapatkan cinta Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bahkan bertambah dan berlipat ganda. Dan itu termasuk ikatan Iman yang tidak sempurna kecuali dengannya, karena seorang hamba bila senantiasa menyebut nama kekasihnya, menghadirkan dalam hati segala kebaikan-kebaikannya yang melahirkan cinta, maka cintanya itu akan semakin berlipat dan rasa rindu kepadanya akan semakin bertambah, bahkan akan menguasai seluruh hatinya. Tetapi bila ia menolak mengingat dan menghadirkannya dalam hati, maka cintanya akan berkurang dari hatinya. Tidak ada yang lebih disenangi oleh seorang pecinta kecuali melihat orang yang dicintainya dan tiada yang lebih dicintai hatinya kecuali dengan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya cinta itu tergantung kadar cintanya di dalam hati, dan keadaan lahir menunjukkan hal itu. 20. Akan mendapatkan petunjuk dan hati yang hidup. Semakin banyak ia bersholawat dan menyebut nabi, maka cintanyapun semakin bergemuruh di dalam hatinya sehingga tidak ada lagi di dalam hatinya penolakan terhadap perintah-perintahnya, tidak ada lagi keraguan terhadap apa-apa yang dibawanya, bahkan hal tersebut telah tertulis di dalam hatinya, menerima petunjuk, kemenangan dan berbagai jenis ilmu darinya. Ulama-ulama yang mengetahui dan mengikuti sunnah dan jalan hidup beliau, setiap pengetahuan mereka bertambah tentang apa yang beliau bawa, maka bertambah pula cinta dan pengetahuan mereka tentang hakekat sholawat yang diinginkan untuknya dari Allah. Asholaatu wassalaamu 'alaika wa 'alaa aalaika yaa sayyidii yaa rasuulallah...

SILSILAH PENDIRI SHOLAWAT WAHIDIYAH

[Pendiri] [Mu'allif] [Pengasuh] [Silsilah] [Sholawat] Sekilas Biografi Mbah KH. MOHAMMAD Ma’roef RA. (Pendiri Pondok Pesantren Kedunglo) Ketinggian ilmunya diakui secara international, terbukti pada pendirian NU (Nahdatul Ulama) yang pertama, beliau terpilih menjadi Mustasyar NU bersama ulama bertaraf international lainnya. Di zamannya, keampuhan doanya tak tertandingi. Beliau adalah “Profesor Do’a” yang memiliki ribuan do’a untuk segala macam kebutuhan. Serta memadukan antara bahasa Arab dan Jawa untuk do’anya. Dari bumi pilihannya Kedunglo, beliau telah berhasil melahirkan ulama-ulama keramat yang menyebar di pulau Jawa. Beliau juga memberi semangat para santri dan tentara dengan do’anya sehingga mereka selamat di medan pertempuran. Dan dari bumi Kedunglo pula, terlahir Shalawat ampuh, shalawat yang dibutuhkan seluruh ummat “Shalawat Wahidiyah”, buah taklifan putra beliau. I. KH. MOHAMMAD Ma’roef RA ; Masa Kecil Mbah KH. Mohammad Ma’roef RA. dilahirkan di dusun Klampok Arum Desa Badal Ngadiluwih Kabupaten Kediri pada tahun 1852. Beliau, berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Mbah Yahi Abdul Madjid adalah pendiri pondok Klampok Arum selatan Masjid Badal dan seorang yang sangat dihormati dan ditokohkan di daerahnya. Konon ayahnya mempunyai kebiasaan tirakat dengan hanya makan kunir saja. Mbah Yahi Madjid menurut penuturan Mbah Yahi Ma’roef kepada murid-muridnya mempunyai kesabaran yang luar biasa. Ibunya yang ingin tahu bagaimana murahnya si suami sampai-sampai membuatkan sayur tom(sayur yang rasanya sangat pahit dan apabila sayur tersebut digosokkan ke kambing yang cacingan, seketika cacingnya mati) kemudian dihaturkan kepada suaminya. Tapi dengan lahap seolah merasa tidak kepahitan Mbah Yahi Madjid malah tersenyum manis sembari berkata “Segar sekali sayur buatanmu ini besok buatkan sayur seperti ini lagi, ya?” Pintanya kepada istrinya. Mbah Ma’roef RA. Merupakan putra kesembilan dari sepuluh bersaudara. Tiga perempuan dan tujuh laki-laki. Saudara-saudaranya itu adalah: Nyahi Bul Kijah, KH. Muhajir, Kyai Ikrom, Kyai Rohmat, Kyai Abdul Alim, Kyai Jamal, Nyahi Muntaqin, Kyai Abdullah, KH. Moh. Ma’roef dan Nyahi Suratun. Mbah Ma’roef tidak lama merasakan kasih sayang ibunya, sebab ibunya sudah wafat ketika beliau masih kecil, sebagai gantinya, beliau mendapat kasih sayang dari ayah dan saudara-saudaranya. Akan tetapi tidak lama berselang, ayahnya juga menyusul ibunya sowan kehadirat Allah. Setelah itu Mbah Ma’roef diasuh oleh Mbah Yahi Bul Kijah, mbak ayunya yang sulung. Karena kondisi ekonomi mbak ayunya yang juga pas-pasan, tak heran kalau di usia wajib belajar beliau belum bersekolah. Mbah Ma’roef hanya belajar mengaji Al Qur’an yang diajari sendiri oleh mbak ayunya. Itupun mbak ayunya sering mengeluh karena Mbah Ma’roef kecil belum bisa apa yang telah diajarkan seakan tidak ada yang nyantol di otak Mbah Ma’roef. Saking jengkelnya, akhirnya mbak ayunya menyuruh adiknya agar sering puasa Senin-Kamis. Saran tersebut dilaksanakan oleh Mbah Ma’roef. Tidak lama setelah menjalankan puasa Senin-Kamis beliau bermimpi seekor ikan Mas meloncat masuk kedalam mulutnya. Sejak saat itu beliau langsung bisa membaca Al Qur’an sampai khatam. Beliau kemudian menemui mbak ayunya. “Mbak, aku sudah khatam al Qur’an.” Dilapori demikian Mbah Nyahi Bul Kijah kaget dan tidak percaya. “Kemarin saya ajari sulitnya minta ampun kok sekarang sudah khatam Qur’an.” Mbah Ma’roef kemudian berkata; “Kalau ndak percaya, akan saya baca sampeyan yang nyimak.” Mbah Ma’roef lantas membaca Al-Qur’an hingga khatam. II. BELAJAR DENGAN TIRAKAT Suatu ketika beliau dimarahi dan dipukul uleg-uleg (alat untuk menghaluskan bumbu) oleh mbak ayunya lalu beliau memutuskan menyusul kakak-kakaknya yang terlebih dahulu mondok di Cepoko Nganjuk dengan berjalan kaki. Selama mondok di Cepoko keadaan beliau sangat memprihatinkan. Konon, beliau hanya makan seminggu sekali itupun makanan pemberian orang-orang sekitar pondok yang setiap malam Jum’at mengirim makanan ke pondok. Pada hari-hari biasa, apabila beliau merasa lapar beliau hanya makan intip(nasi hangus) yang masih melekat di panci dan tidak dimakan oleh pemiliknya. Atau makan buah Pace yang pohonnya beliau tanam sendiri di lingkungan pondok. Pernah juga beliau mengajak kakaknya mengemis ke desa-desa untuk biaya mondok dan hidup selama di pondok. Beliau juga pernah menjadi buruh panjat kelapa dengan upah sebutir kelapa yang bagus. Bahkan oleh pemilik pohon kelapa beliau diberi tanah dan oleh Mbah Ma’roef tanah tersebut ditanami pohon kelapa. Untuk menghilangkan rasa lapar karena jarang makan, beliau sampai menyumpahi perut dan mulutnya setiap hari Jum’at di dekat blumbang(kolam) buatan beliau sendiri. “Hai perut, jangan minta makanan jika belum hari Jum’at tiba. Mulut, jangan minta minum jika belum hari jum’at tiba, beliaupun makan dan minum sepuasnya. Setelah makan beliau juga menyumpahi duburnya, “Dubur, jangan kenthut-kenthut jika belum hari Jum’at tiba.” Kondisi yang cukup memprihatinkan selama nyantri membuat Mbah Ma’roef mempunyai kebiasaan puasa dan munajat kepada Allah SWT. Karena itulah Allah menganugrahkan beliau ilmu laduni di bidang ilmu Fiqih yang bermula dari mimpi beliau mengajar kitab Kuning di pondok. Setelah kejadian mimpi tersebut, beliau yang sudah mondok selama tujuh tahun dan baru kelas satu tsanawiyah tiba-tiba bisa membaca kitab kuning yang biasa diajarkan Kyai nya. Beliaupun lantas sowan pada Kyai Muh gurunya, melaporkan bahwa beliau mendapat ilmu laduni dan bisa membaca kitab. Kyai Muh kemudian mengumumkan kepada seluruh santrinya kalau besok beliau tidak mengajar, yang mengajar adalah Mbah Ma’roef dari Kediri. Mendengar pengumuman tersebut seluruh santri mengejek Mbah Ma’roef. Terutama santri senior yang memang tidak senang dan merasa iri dengan keberadaan Mbah Ma’roef di Cepoko. Sehingga muncul komentar-komentar bernada miring. “Mondok saja belum tamat, ndak bisa ngaji kok mau ngajari ngaji.” Keesokan harinya Mbah Ma’roef memukul kentongan pertanda pelajaran akan dimulai. Tapi karena para santri tahu kalau hari itu yang menggantikan gurunya adalah Mbah Ma’roef, maka hanya beberapa orang saja yang berkumpul di masjid. Mbah ma’roef tidak peduli dengan ketidak hadiran para santri senior yang alim-alim, beliau tetap membuktikan kemampuannya mengajar kitab yang biasa diajarkan oleh Kyai Muh kepada santri-santrinya. Ternyata benar, Mbah Ma’roef bisa mengajar bahkan hafal isi kitab milik gurunya tersebut. Tentu saja peristiwa ini menggemparkan seisi pondok. Mbah Ma’roef santri miskin yang semula diremehkan dan dibenci teman-temannya seketika di sanjung dan dihormati. Bahkan katanya, Kyai Muh gurunya akhirnya berbalik berguru pada beliau. Sementara itu, para santri senior yang suka mengejek Mbah Ma’roef saat itu juga meninggalkan Pondok Cepoko. Namun beliau tidak lama di Cepoko, kemudian beliau melanjutkan mencari ilmu di Semarang pada Kyai Sholeh, Ndarat. Genap dua tahun mondok di Ndarat, beliau pindah nyantri pada Kyai Sholeh Langitan Tuban. Dalam perjalanannya menuju pesantren yang beliau tempuh dengan jalan kaki tak jarang di tengah jalan beliau dihadang para perampok. Namun karena beliau punya ilmu penglimunan para begal itu tidak bisa melihat Mbah Ma’roef yang berlalu dihadapannya. Genap setahun di Langitan, beliau pulang ke rumahnya. Namun tidak lama beliau yang waktu itu sudah memasuki usia 30 tahun langsung diambil menantu oleh Kyai Shaleh Banjar Mlati di peruntukkan putri sulungnya yaitu nyahi Hasanah. Sekitar dua tahun saja Mbah Ma’roef menemani istrinya, karena setelah putra pertama lahir, beliau pergi ke Bangkalan untuk menimba ilmu pada Kyai Khalil yang masyhur sebagai auliya keramat yang dibiayai oleh Kyai Shaleh mertuanya yang terkenal kaya raya. III. BERGURU PADA KYAI KHALIL BANGKALAN Setelah menyeberangi selat Madura dengan berenang, ada yang mengatakan beliau tidak berenang melainkan langsung berjalan di atas selat Madura hingga tiba di daratan Madura. Beliau langsung menuju Demangan pondok Kyai Khalil, dan beliau sendiri yang menerima Mbah Ma’roef. “Hai, anak Jawa, tampaknya kamu lapar, ini saya beri makan harus dihabiskan.” Perintah Kyai Khalil sembari menyerahkan nasi satu nampan besar dengan lauk ikan bandeng sebesar betis orang dewasa. “Ya, Kyai,” jawab Mbah Ma’roef. Beliau pun mulai makan yang porsinya untuk beberapa orang dengan niat menyerap ilmunya Kyai Khalil. Selama Mbah Ma’roef makan, Kyai Khalil terus mengawasi calon muridnya dengan berdiri disamping Mbah Ma’roef dengan tongkat di tangannya yang siap beliau ayunkan apabila Mbah Ma’roef tidak menghabiskan makanan yang telah beliau berikan. Mbah Ma’roef yang telah terbiasa puasa dan berlapar-lapar tentu saja merasa tidak mampu menghabiskan nasi sebanyak itu. Namun karena beliau mempunyai do’a yang membuat perut tidak merasa kenyang walau sudah kemasukan makanan berapapun banyaknya, yang beliau baca sebelum makan. Alhasil, nasi senampan pemberian Kyai Khalil dengan lahap dihabiskan tanpa sisa. Mengetahui hal itu, Kyai Khalil seketika berkata, “Ini orangnya yang akan menghabiskan ilmuku.” IV. RIYADHAH DI MAKAM AULIYA MADURA Riyadhah sudah menjadi bagian hidup Mbah Ma’roef. Selama nyantri pada Kyai Khalil, kegandrungannya dalam hal riyadhah semakin menjadi-jadi. Selama nyantri di Bangkalan ini pula beliau mempunyai kebiasaan baru yaitu berziarah ke makam-makam keramat para auliya se-Madura. Di makam tersebut, beliau bukan sekedar ziarah biasa tetapi makamnya disowani dan ditirakati sehingga beliau bisa berdialog langsung dengan si penghuni makam. Tujuan beliau riyadhah di makam-makam keramat tersebut tiada lain karena beliau ingin memiliki ilmu “Sak mlumahe bumi lan sak mengkurepe langit” yaitu ingin memiliki ilmu seluas bumi dan langit tanpa harus belajar. Artinya, beliau ingin mendapat ilmu laduni. Sudah demikian banyak makam keramat yang beliau datangi, namun kesemuanya memberikan jawaban kalau ingin alim harus belajar dulu. Jawaban tersebut mengecewakan Mbah Ma’roef. Lha wong ingin dapat ilmu tanpa harus belajar kok disuruh belajar. Terakhir, beliau riyadhah di makam yang berada di Bujuk Sangkak. Sebagaimana yang sudah-sudah di sana beliau juga tirakat hingga bisa ditemui oleh penghuni makam. “Hai, anak muda mengapa kamu tirakat di sini?”. “Saya santri Bangkalan ingin jadi orang alim. Do’akan saya agar diberi ilmu laduni.” Pinta Mbah Ma’roef. Jawaban penghuni makam tersebut lain dari pada yang lain. “Bisa, kamu bisa mendapat ilmu laduni tapi tirakatmu masih kurang.” Mbah Ma’roef langsung menangis sedih dan putus asa. “Saya sudah tirakat seperti ini kok ya masih kurang.” Dengan rasa putus asa beliau kembali ke pondok dan terus menangis. Kyai Khalil mengetahui apa yang dirasakan muridnya kemudian beliau bertanya kepada Mbah Ma’roef. “Ma’roef, sudah berminggu-minggu kamu tidak berada di pondok, pergi kemana saja kamu?” Tanya Kyai Khalil. “Saya riyadhah di kuburan wali-wali, mereka semua tidak bisa memberi saya ilmu laduni. Terakhir saya riyadhah di Bujuk Sangkak, katanya saya bisa mendapatkan ilmu laduni, tapi riyadhah saya masih kurang. Riyadhah yang bagaimana lagi yang mesti saya lakoni, padahal semua riyadhah sudah saya jalankan.” “Ada satu makam lagi yang belum kamu datangi yakni makam Mbah Abu Syamsuddin di Batu Ampar. Beliau wali besar. Semalam saya bertemu Mbah abu Syamsuddin, beliau menyuruh saya menulis di kuburannya. “Siapa yang bisa mengkhatamkan al-Qur’an sekali duduk, apapun keinginannya akan tercapai. “Mbah Ma’roef langsung berangkat ke Batu Ampar dan mengkhatamkan al-Qur’an dari Shubuh sampai Ashar sekali duduk. Selesai mengkhatamkan qur’an seketika datang angin Lysus menerjang tubuh beliau. perasaan beliau, saat itu kepalanya dipegang dan ditumpahi nasi kuning hingga beliau muntah berak. Sepulang riyadhah di makam Mbah Abu Syamsuddin, segala kitab yang ada di pondok Kyai Khalil beliau kuasai. Tercapailah sudah keinginan Mbah Ma’roef untuk memiliki ilmu seluas bumi dan langit tanpa harus belajar. V. MENDIRIKAN PONDOK KEDUNGLO Suatu ketika beliau disuruh mertuanya mencari tanah untuk dijadikan pondok pesantren. Mbah Ma’roef tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, beliau lantas tirakat sambil membaca Shalawat Nariyah sebanyak 4444 kali. Akhirnya beliau mendapat alamat, bahwa tanah yang cocok untuk didirikan pondok adalah tanah yang berada di sebelah barat sungai Brantas di antara dua jembatan kembar. Alamat tersebut lalu dihaturkan kepada mertua berliau. Tetapi mertua dan semua orang kurang setuju dengan tanah pilihan Mbah Ma’roef yang dikenal sebagai tanah supit urang yaitu tanah yang bewujud perairan semacam danau/rawa tidak berupa daratan. Namun Mbah Ma’roef tetap pada pendirianya memilih tanah tersebut dengan mengungkapkan beberapa alasan yaitu Pondok ini nanti akan memiliki beberapa keistimewaan, pertama dekat pasar, kedua dekat sungai, ketiga apabila ke timur sedikit kota. Maka alasan tersebut diterima dan jadilah tanah tersebut dibeli. Setelah tanah tersebut dibeli, maka didirikan sebuah pondok pesantren pada tahun 1901 yang bertempat di sebelah utara (kini lokasi Miladiyah). Pondok tersebut diberi nama Kedinglo. Nama Kedunglo berasal dari kondisi tanah yang waktu itu berupa kedung semacam danau dan disana terdapat pohon Lo yang besar. Setelah beliau tinggal di Kedunglo maka berduyun-duyunlah para santri ingin menimba ilmu pada beliau. Namun karena beliau tidak suka memiliki banyak santri, maka sebagian santri beliau serahkan kepada Kyai Abdul Karim Lirboyo yang saat itu baru mempunyai beberapa santri saja. Ketika ditanya mengapa tidak suka mempunyai banyak santri? Beliau menjawab.”Aku emoh memelihara banyak santri. Disamping repot, kalau punya banyak santri, pondok ini jadi kotor. Karena itu saya mohon kepada Allah, agar santri saya tidak lebih dari 50 orang. Kalau lebih dari lima puluh, ada yang ndugal akhirnya pondok ini jadi rusuh. Memang benar setelah diteliti santri beliau tidak pernah lebih dari 40 orang. Kalau lebih dari empat puluh orang pasti ada yang pulang. Di pondok Kedunglo disamping sebagai pengasuh, beliau adalah guru tunggal. Jadi beliau tidak mempunyai guru pembantu yang mengajar santri-santrinya. Karena santri-santrinya beliau tangani sendiri, tak heran kalau sepulang mondok di Kedunglo santri-santri beliau menjadi orang-orang alim dan ampuh. Sedangkan santri beliau yang menjadi orang besar antara lain : Mbah Yahi Dalhar Watu Cengo Magelang, Kyai Manab Lirboyo(konon meski sudah memiliki banyak santri masih ngaji di Kedunglo), Kyai Musyafak Kaliwungu Kendal, Kyai Dimyati Tremas, Kyai Bisri Mustof Rembang, Mbah Yahi Mubasyir Mundir, Kyai Marzuqi Solo dan para Kyai Kediri kesemuanya pernah nyantri pada Mbah Ma’roef RA. Karena beliau adalah seorang alim alamah dan menguasai berbagai macam disiplin ilmu, maka kitab-kitab yang diajarkan beliau adalah kitab-kitab yang tinggi. Bahkan cara beliau mengajar tidak sebagaimana guru-guru sekarang. Untuk mengajar Syarah Al-fiyah saja disamping menerangkan syarahnya beliau juga membahas arudnya (balaghohnya), maka satu pelajaran yang beliau bahas sudah termasuk atau meluas ke mata pelajaran yang lain. VI. BERORGANISASI Pada tahun 1926, Mbah KH. Moh. Ma’roef RA mulai menerjunkan diri dalam oragnisasi kemasyarakatan karena diajak oleh sahabatnya yaitu KH. Moh. Hasyim Asy’ari yang pada waktu itu akan mendirikan Nahdhatul Ulama(NU). Maka setelah NU berdiri sebagaimana yang tertulis di Qonun Asasi (AD/ART) pendirian NU yang pertama, Mbah ma’roef duduk di Mustasyar NU. Selain Mbah Ma’roef ada pula nama Syekh Ghonaim Al-Misri seorang ulama dari Al-Azhar Mesir yang juga menjabat di Mustasyar. Sedangkan KH. Hasyim Asy’ari sendiri pada waktu itu menjabat sebagai Rais Akbar Syuriah NU. Melihat kedudukan Mbah Ma’roef di organisasi NU saat itu menunjukkan bahwa tingkat keilmuan beliau bertaraf internasional. Karena hanya beberapa ulama tertentu saja yang dapat menduduki jabatan tersebut. Sebagai penasihat di NU, beliau sering menghadiri muktamar-muktamar NU yang diadakan didaerah-daerah. Dan pada acara tersebut, beliau yang sangat makbul do’anya, langsung didaulat untuk memimpin do’a. Biasanya, jika para ulama NU mengadakan Bahtsul Masail lalu menemui jalan buntu, mereka sowan pada Mbah Ma’roef RA untuk meminta petunjuk pada beliau. dalam hal ini beliau hanya mengatakan, “Masalah itu ada di kitab anu…”. Tanpa menjelaskan detail masalah. VII. ISTRI-ISTRI DAN PUTRA-PUTRI BELIAU Menurut riwayat, beliau mempunyai banyak istri, ada yang mengatakan beliau mempunyai istri 22 orang, bahkan ada yang mengatakan lebih dari itu. Kebiasaan beliau menikah ini konon karena beliau kerap bepergian dalam waktu yang lama dan ingin menebar bibit yang baik. Karena itu hampir setiap daerah yang beliau singgahi, beliau melangsungkan ijab qobul dengan gadis setempat. Ada pula yang mengatakan kalau pernikahan beliau melebihi ketentuan syariat hanya ijab saja, karena orang tua si gadis ingin mengalap berkah pada Mbah Ma’roef Allahu’alam. Namun dari sekian istri-istri beliau yang diketahui berjumlah lima orang dan yang dikaruniai putra hanya tiga orang saja. Para istri dan putra-putri beliau adalah : pertama nyahi Hasanah binti Shaleh dari Banjar Mlati. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai sembilan putra yaitu: Nyahi Musthoinah, KH. Moh. Yasin, Nyai Aminah, Nyahi Siti Saroh, Siti Asiyah, Nyahi Romlah, KH. Abdul Madjid, Kyai Ahmad Malik, Qomaruzzaman (wafat ketika masih kecil). Istri kedua, Nyahi Maunah dari Klampok Arum Badal mempunyai putri bernama Fatimah. Istri ketiga, Nyahi Masyrifah dari Sanggrahan mempunyai dua putra, yakni : Moh. Zainuddin (wafat ketika masih kecil) dan Maimunah. Istri keempat dan kelima tidak diketahui namanya namun diketahui berasal dari Prambon Nganjuk dan Gampeng Kediri. Riwayat lain mengatakan beliau juga mempunyai istri dan keturunan di Bangkalan Madura. VIII. KEPRIBADIANNYA Konon Mbah Yahi Ma’roef RA terkenal memiliki temperamen yang keras, menurut Kyai Baidhawi, temperamen Mbah Ma’roef menurun kepada cucunya yaitu KH. Abdul Latif Madjid. Kalau Mbah Ma’roef sedang marah pada seseorang ya marah betul. Bahkan kalau beliau sedang marah dan sempat mengeluarkan kata-kata celaka, maka orang yang dimarahi akan celaka betul. Temperamen yang keras barangkali disebabkan karena sejak kecil beliau sudah yatim piatu dan kurang kasih sayang dari orang tuanya. Apalagi untuk bertahan hidup beliau harus bekerja keras dibarengi tirakat. Sehingga dapat dipastikan beliau lebih banyak puasa dari pada tidak. Mbah Ma’roef Ra semasa hidupnya senang bersilahturahmi. Karena itulah beliau sering meninggalkan pondok Kedunglo untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya, murid-muridnya bahkan orang-orang biasa dalam waktu yang lama. Sifat-sifat yang lain, beliau adalah orang yang terbuka. Segala peristiwa yang terjadi pada beliau hampir semua diceritakan pada keluarga beliau dan murid-murid kesayangannya mengetahui perjalanan hidup gurunya dari yang sifatnya umum sampai yang pribadi. Kepada para santrinya, beliau sangat perhatian. Karena itu seluruh santri-santri beliau, beliau sendiri yang mendidiknya hingga si santri menjadi orang. Kedekatan beliau dengan para santri tak ubahnya seperti seorang ayah kepada anaknya. Karena itu beliau sangat dihormati dan disayangi oleh para santrinya. Mbah Ma’roef juga dikenal sangat dermawan. Dermawan dalam hal harta maupun do’a-do’a. dapat dipastikan semua orang yang meminta harta maupun do’a kepada beliau tidak pernah ditolaknya. Pernah suatu ketika beliau memberi ongkos kepada orang yang ingin pergi haji. Padahal di waktu yang sama putra beliau Gus Madjid berada dalam kemiskinan. Ketika ditanya, mengapa uang untuk ongkos naik haji itu tidak diberikan saja kepada putranya? Dengan penuh makna beliau menjawab. Madjid itu anak shaleh. Dia ditanggung langsung oleh Allah. Para tamu yang kelaparan, beliau beri makan hingga kenyang. Yang jelas, siapapun yang pernah hidup di zamannya dan meminta tolong pada beliau merasakan betapa beliau seorang yang sangat perhatian pada sesamanya. Meski beliau mempunyai ilmu seluas bumi dan langit, serta terkenal doanya di-ijabahi seketika dan beliau sendiri sangat sering mendemontrasikan kekeramatannya, namun beliau ternyata seorang yang sangat tawadhu dan menjaga anak keturunannya agar juga memiliki sifat tawadhu dalam arti tidak membangga-banggakan keturunannya. Beliau pernah berkata pada salah seorang santri kepercayaannya, “Aku ini punya catatan silsilah keluargaku, namun karena aku khawatir nanti anak turunku membanggakan nasabnya, maka catatan itu aku titipkan pada Kyai Abu Bakar (Bandar Kidul).” Lalu bagaimana hubungan beliau dengan keluarganya? Beliau dalan hal mendidik putra-putrinya sangat keras dan disiplin. Karena itu beliau menangani sendiri pendidikan putra-putrinya. Beliau juga sangat menekankan kepada putra-putrinya untuk senantiasa membaca shalawat “Shallallahu ala muhammad”. Tak terkecuali putra beliau yang baru bisa bicara dan masih cendal juga diwajibkan membaca shalawat sebanyak 100x. Bagi putranya yang sudah lancar bicara harus membaca shalawat sebanyak 1000x, dan sejumlah 10.000x bagi yang sudah baligh. Karena mendapat bimbingan langsung dari Mbah Ma’roef, tak pelak putra-putri beliau tumbuh menjadi seorang yang cerdas, alim dan ampuh. Utnuk mendekatkan hubungan batin antara ayah dan anak juga cucu, beliau sering mendongengi putra dan cucu-cucunya kisah-kisah teladan sebelum tidur. Beliau juga mengajari mereka do’a-do’a lain menjelang tidur. Namun setelah mbah Nyahi Hasanah wafat dan Mbah Ma’roef menikah lagi, seakan ada jarak antara ayah dan anak. Konon putra dan putri beliau tidak berani mendekat kalau tidak dipanggil. Mbah Ma’roef juga berpesan kepada Mbah Ruba’i santri kesayangannya apabila para putranya menginginkan sesuatu agar disampaikan melalui Mbah Ruba’i. Maka kalau putra beliau mau minta uang kepada beliau Mbah Ruba’i lah yang diminta tolong agar menyampaikan kepada ayahnya. Dan melalui Mbah Ruba’i itu pula para putra mendapatkan uang. Hanya satu putra beliau yang tidak pernah meminta tolong kepada Mbah Ruba’i untuk meminta sesuatu kepada ayahnya, yaitu Agus Abdul Madjid. IX. PERGI HAJI BERSAMA ISTRI Pada tahun 1918, Mbah Yahi Ma’roef RA menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya dengan mengajak Mbah Nyahi Hasanah RA yang saat itu sedang mengandung putra ketujuh. Karena naik haji pada masa itu ditempuh dalam waktu setengah tahun lebih, maka kelahiran putra lelaki yang tampan dan sehat di tempat yang mulia dan mubarokah disambutnya dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Maka Mbah Ma;roef lantas memberikan nama bayi tersenut “Abdul Madjid”. (sedangkan menurut penuturan Mbah Nyahi Romlah Ma’roef. Mbah Yahi Madjid QS wa RA di lahirkan di Kedunglo. Dan diajak ke Makkah saat beliau baru berusia 1,5 tahun). Setiap memasuki jam dua belas malam, Mbah Ma’roef menggendong bayinya yang masih merah ke Baitullah dibawah Talang Mas. Di sana, beliau memanjatkan do’a agar bayi dalam gendongannya kelak menjadi orang besar yang shaleh hatinya. Selama berada di Makkah, Agus Madjid yang juga di khitan disana akan diadopsi oleh salah satu ulama Makkah. Akan tetapi Mbah Nyahi Hasanah tidak mengizinkan sehingga Agus Madjid tetap berada dalam asuhan kedua orang tuanya sendiri. X. BERJUANG DENGAN KEAMPUHAN DO’A NYA Sumbangsih Mbah Ma’roef kepada negara di zaman perjuangan mengusir penjajah amatlah besar. Hal ini beliau tunjukkan saat pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya meledak. Bersama Mayor Hizbullah Mahfud dan Kyai Hamzah (ayah Mbah Nyahi Shafiyah RA) beliau turut ke medan pertempuran walau berada di garis belakang sebagai tukang do’anya. Berkat do’a Mbah Ma’roef, tak jarang bom yang meledak berubah menjadi butiran-butiran kacang hijau. Sebagaimana pula diriwayatkan oleh murid-muridnya yang juga turut berperang, para tentara dan santri yang ikut berjuang kebal dengan berbagai senjata setelah diasmai oleh Mbah Ma’roef. Cara beliau mengisi kekebalan pasukan tergolong unik. Pertama setelah pasukan dibariskan, beliau menyuruh mereka agar minum air jeding di utara serambi Masjid. Selanjutnya beliau berdo’a yang diamini oleh pasukan pejuang. Di antara do’anya, “Allahumma salimna minal bom wal bunduq, wal bedil wal martil, wa uddada hayatina”. Do’a beliau yang kedengarannya nyeleneh ternyata sangat manjur. Terbukti pada semua tentara yang sudah beliau isi kebal aneka senjata. Konon Gus Nawawi dari Jombang ketika bertempur punggungnya terkena martil. Tapi beliau tidak apa-apa malah punggungnya ngecap martil sebesar ontong. Kyai Hamzah besannya sendiri yang juga mengikuti pertempuran di Surabaya. Kabarnya kaki –nya juga terkena bom tapi tidak apa-apa. Kyai Bisri Mustofa (ayah Kyai Mustofa Bisri) Rembang, di zaman itu pernah di kejar-kejar penjajah Jepang. Beliau kemudian lari ke Kedunglo minta perlindungan kepada Mbah Ma’roef. Kemudian Mbah Ma’roef mengijazahi sebuah do’a, setelah diamalkan beliau selamat dari incaran orang Jepang. Berkat jasa Kyai Kedunglo, beliaupun lalu mewasiatkan kepada anak cucunya agar terus mengamalkan do’a pemberian Mbah Ma’roef, doa tersebut oleh Kyai Bisri Musthafa diabadikan dalam buku terjemah Burdah. Itulah Mbah Ma’roef, memanfaatkan keampuhan do’anya dalam mengusir penjajah dari bumi pertiwi. XI. KEKERAMATANNYA Berbicara mengenai kekeramatan Mbah Yahi Ma’roef RA seakan tidak ada habisnya. Orang-orang yang hidup sezaman dengan beliau dan pernah bergaul dengan beliau dipastikan pernah menyaksikan dan merasakan langsung kekeramatan beliau. dan siapapun tidak akan menyangkal bahwa kekeramatan beliau terletak pada keampuhan do’anya yang di-ijabahi dalam waktu sekejab, ucapannya “sabda pandhito ratu” dan firasatnya tak pernah meleset. Hebatnya lagi meski Mbah Yahi Ma’roef RA sudah wafat tapi orang-orang sepeninggal beliau, yang mujahadah di makam beliau juga turut pula merasakan kekeramatan beliau. berikut ini adalah sebagian kecil kekeramatan Mbah Yahi Ma’roef RA: Diriwayatkan oleh Ibu Nurul Ismah Madjid dari pak Pardi dari Kyai Ridwan santri Mbah Ma’roef yang berasal dari Pagu Kediri. Beliau bercerita, “Suatu hari Mbah Ma’roef RA mengajak Kyai Ridwan ke Dhoho. Kebetulan saat itu sungai Brantas banjir hingga airnya meluap dan tidak ada rakit buat menyeberang. Hendak berjalan lewat utara terlalu jauh. Akhirnya Mbah Ma’roef berkata kepada santrinya, “Yakh…terpaksa kita menyeberangi sungai. Ridwan berdirilah dibelakangku dan pegangi jubahku.” Kemudian keduanya berjalan diatas permukaan sungai hingga tiba di tepi sebelah timur. Ajaibnya meski kaki Mbah Ma’roef menyentuh air tapi sama sekali tidak basah. Sedangkan Kyai Ridwan hanya basah sampai mata kaki. Dikisahkan oleh Mbah Yusuf santri Mbah Ma’roef dari Tawansari Tulung Agung (paman Mbah Nyahi Shofiyah RA). Suatu hari datang seorang tamu mengantar surat untuk Mbah Ma’roef RA. Sepeninggal tamu tersebut, Mbah Ma;roef membalas surat tersebut dengan menyuruh salah satu santrinya agar menghanyutkan surat itu ke sungai berantas. Mendapat perintah aneh si santri berkata, “Lho kok dimasukkan ke sungai Kyai?”, “Sudah kerjakan perintahku!” Meski tidak mengerti si murid itu melaksanakan juga perintah Mbah Ma’roef memasukkan surat ke dalam sungai. Anehnya, begitu surat tersebut ditaruh di atas air, surat itu berjalan diatas permukaan air. Lebih aneh lagi surat itu berjalan melawan arus sungai. Akhirnya surat tersebut tiba juga pada alamat yang dituju dalam keadaan utuh tidak basah apalagi rusak karena air. Diriwayatkan dari Kyai Baidhawi. Dulu semasa Mbah Ma’roef masih sugeng. Nabi Khidir sering datang ke Kedunglo menjumpai Mbah Ma’roef, dan kerap Nabi Khidir bermalam di panggung utara. Diriwayatkan oleh Mbah Yahi Makhsun dari Mojo Kediri. Mbah Makhsun adalah salah satu santri Mbah Ma’roef RA, namun setelah Mbah Ma’roef wafat beliau lalu nyantri ke pondok lain, ibunya bingung ditinggal Mbah Makhsun. Mau disuruh pulang, tetapi si ibu tidak tahu kemana perginya sang putra. Akhirnya si ibu mujahadah dimakam Mbah Ma’roef RA. “Mbah Ma’roef…..tolong, kembalikan putra saya.“ Ratap si ibu di depan makam. Sementara si ibu sedang meratap di depan makam. Di pondok barunya, Mbah Makhsun menerima sepucuk surat dari Kyai Ma’roef Kediri yang isinya menyuruh Mbah Makhsun pulang. Sontak para pengurus keheranan, lalu surat tersebut dihaturkan kepada Kyainya. Barulah mereka tahu, kalau ternyata Mbah Makhsun pernah menjadi santri kesayangan Mbah Ma’roef ini bukanlah orang sembarangan. XII. WASIAT & DETIK-DETIK MENJELANG BELIAU WAFAT Pada hari-hari terakhir menjelang wafatnya, beliau yang memiliki do’a-do’a ampuh untuk segala macam urusan beliau tulis keseluruhannya di papan tulis. Kemudian beliau menyuruh santrinya untuk menulis do’a-do’a yang disukai. Dengan senang hati para santri segera menulis do’a-do’a tersebut lalu disowankan kepada gurunya. Do’a-do’a pilihan yang sudah ditulis di kertas itu oleh Mbah Ma’roef hanya ditiup saja. Beliau juga sering berwasiat kepada tamunya yang sowan dan minta petunjuk. Agar mengamalkan shalawat saja. Lebih jelasnya beliau mengatakan kalau di Kedunglo nanti akan lahir shalawat yang baik. Wasiat serupa juga diwasiatkan kepada Mbah Khomsah familinya saat minta restu akan mengikuti ba’iat thariqah yang dihadiri oleh Kyai Romli dari Nganjuk. Beliau dawuh, “Sah, jangan ikut bai’at thariqah. Thariqah itu berat. Untuk orang yang punya uang ndak kuat. Sepeninggalku nanti, disini (Kedunglo) akan ada shalawat yang baik, tunggulah kamu akan menjumpai shalawat itu.” Terbukti, tujuh tahun setelah Mbah Ma’roef wafat shalawat yang dinantikan yakni shalawat Wahidiyah lahir. Maka seluruh keluarga Mbah Khomsah langsung mengamalkan Shalawat Wahidiyah. Pada detik-detik menjelang wafatnya, Mbah Ma’roef yang sudah berusia 103 tahun dan tidak kuat naik ke masjid, tidak biasanya beliau menyuruh murid-muridnya yang dari Mojo (Mbah Makhsun, Mbah Ruba’i, Mbah Mahfud dan Mbah Mukhsin) agar mengajar anak-anak kecil pakai papan tulis. Padahal jangankan mengajar mau sekolah saja empat sekawan tersebut oleh Mbah Ma’roef tidak diperkenankan. Dalam kepayahannya karena sakit, beliau masih memikirkan pembangunan pondoknya dengan menyuruh Mbah Makhsun dan Mbah Siyabudin mencari uang untuk membangun pondok. Mbah Makhsun dan Mbah Siyabudin ke Surabaya, Gresik dan Malang melaksanakan perintah Mbah Ma’roef. Ketika masih di Surabaya, Mbah Makhsun mimpi ditemui Mbah Ma’roef yang menyuruhnya pulang karena dimasakkan kepala Kambing. Kelihatan sekali kalau sang pendiri pondok Kedunglo sangat dermawan. Meski ajal akan menjemput, beliau masih juga berpikir untuk shodaqoh. Maka dengan tangan lemas lemah lunglai beliau membuka-buka kasur dan bantal mencari uangnya. Mbah Nyahi Romlah sang putri melihat kelakuan aneh ayahnya sampai menegur, “Pak, sakit-sakit kok mencari uang buat apa?”. “Wo. Kamu ini bagaimana, ya buat shadaqah.” Akhirnya, pada hari Rabu Wage ba’da Maghrib di bulan Muharrom tahun 1375 H / 1955 M beliau menghadap kehadirat Allah SWT dengan tenang. Dan pada hari Kamis beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Kedunglo sebagaimana permintaan beliau sendiri. COPYRIGHT © 2009 PENGAMALWAHIDIYAH.ORG