Rabu, 03 Agustus 2011

GURU SEJATI

GURU SEJATI

Konsep Guru Sejati adalah sebuah keyakinan yang sangat umum di masyarakat saat kita berbicara tentang kerohanian, spiritualitas, kebatinan, dsb. Guru Sejati inilah yang dicari oleh sebagian besar orang tatkala mereka berbicara tentang pengolahan kerohanian tersebut (tadzkiyatun nafs). Karena Guru Sejati itu dicari, maka hasil pencariannya juga akan sangat berbeda-beda. Ada yang sampai pada pencapaian bahwa Guru Sejati itu adalah roh-roh orang suci maupun roh nenek moyang yang diyakini mereka bisa berbicara dengannya. Ada yang berhenti sampai pada bentuk atau rupa yang sama dengan wajahnya sendiri. Ada yang berhenti di cahaya terang benderang, dsb. Untuk menemukan apa yang dianggap sebagai Guru Sejati di atas sebenarnya sangat mudah. Modalnya hanyalah sebuah niat yang kuat, dan laku yang ngotot untuk mengarahkan kesadarannya kepada apa yang dianggap sebagai Guru Sejati itu.

Dan hasil dari niat dan laku tadi, Guru Sejati itu dalam berbagai bentuk itulah yang disadari oleh orang tersebut sebagai sosok yang bisa mengajarinya. Pengajaran itu bisa dalam bentuk tanya jawab secara lahir maupun batin. Biasanya, kalau Guru Sejati itu didapatkan dari pengolahan (pembersihan) HATI, maka pada tahap tertentu akan muncul tanya jawab di dalam hati itu sendiri. Ada yang bertanya dan ada yang menjawab. Tanya jawab itu biasanya adalah tentang hal baik dan yang buruk. Dan hal-hal yang baik dan buruk itu seperti saling berlomba sahut menyahut untuk mengarahkan kita untuk bersikap terhadap masalah yang muncul. Lalu ada yang menyimpulkan bahwa yang saling bertanya jawab itu tadi adalah dirinya dan Guru Sejatinya.

Ada pula yang mendapatkan sensasi tentang Guru Sejati ini sebagai dirinya sendiri dalam bentuk rupanya sendiri. Sehingga dalam pengolahan dirinya (meditasi) yang dicari adalah rupanya sendiri itu yang diyakini orang berada di dalam hatinya sendiri. Ada yang mempercayai ini.

Akan tetapi dalam ajaran ISLAM, Sang Guru Sejati itu adalah ALLAH, seperti yang di sebutkan dalam beberapa ayat berikut ini:







"... Allah lah yang mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya." (Al Alaq 5)







"... Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu". (An Nisaa' 113)







"... Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui". (Al Baqarah 239)

"... Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta`bir mimpi..." (Yusuf 101)"

"(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur'an, Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara". (Ar Rahman 1-4)"

Dan di dalam peta ISLAM (Al Qur'an) disebutkan bahwa Allah itu tidak sama dengan apapun (Laisa kamistlihi syaiun). Dan Allah mengajari hamba-Nya melalui ILHAM (faal hamaha fujuraha wa taqwaha, Allah yang mengajari manusia tentang keburukan dan kebaikan yang dua-duanya diajarkan-Nya melalui ilham). Ilham itu adalah sebuah SUASANA dimana kita DIMENGERTIKAN dengan UTUH terhadap sesuatu masalah. Mengerti itu sendiri tidak ada kata-kata, tidak ada huruf dan suaranya. Ya..., mengerti saja begitu. MENGERTI itu DITAROK di dalam dada dan otak kita, sehingga kita bisa menguraikan apa yang dimengerti itu dalam bentuk bahasa tulisan maupun bahasa lisan. Sedangkan proses untuk menjadi mengerti itu bisa saja melalui pengajaran-pengajaran yang boleh jadi datangnya melalui sebuah mimpi, ataupun melalui orang lain yang dengan bantuan orang lain itu bisa menyelesaikan persoalan atau pertanyaan kita. Bahkan tidak jarang pula ilham terhadap sesuatu itu muncul begitu saja di dalam otak dan dada kita. Seperti ditarok begitu saja. Derr gitu...

Nah..., sekarang terserah kita saja sebenarnya, kepada siapa kita mau menghentikan kesadaran kita saat kita berbicara tentang GURU SEJATI ini. Dan di semuanya itu ada fenomenanya. Ada hasilnya. Sehingga orang biasanya terhenti di satu posisi pada saat dia mendapatkan sebuah hasil atau fenomena pada posisi itu. Dan Islam mengajarkan bahwa kalau sesuatu itu masih ada bandingannya, maka sesuatu itu masihlah sesuatu yang rendah. Dengan afirmasi kalimat Laa ilaha illallah, maka kesadaran kita dibawa untuk menafikan, meniadakan dan tidak mengakui eksistensi yang rendah-rendah itu tadi, sehingga akhirnya kesadaran kita dibawa untuk selalu menuju ke alamat yang Maha Tinggi, yaitu Allah.

Dan Yang Maha Tinggi itulah Guru Yang Maha Sejati. Karena Dia memang AL 'ALIM, Sang Yang Maha 'ALIM (Sang Maha Tahu),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar