AKIBAT MENGIKUTI HAWA NAFSU
Setiap manusia pasti memiliki keinginan terhadap sesuatu, itulah yang kemudian disebut hawa nafsu. Pada dasarnya manusia boleh saja memenuhi segala keinginannya selama keinginan itu benar menurut Allah dan Rasul-Nya. Namun ternyata begitu banyak manusia yang memenuhi segala keinginannya tanpa kendali meskipun keinginan itu adalah hal-hal yang tidak benar. Oleh karena itu, didalam Islam kita mengenal ada perintah berperang melawan hawa nafsu, itu artinya kita harus bisa mengendalikan hawa nafsu, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak memiliki lagi keinginan terhadap sesuatu.
Menuruti hawa nafsu dalam arti negatif, yakni menuruti segala keinginan yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya merupakan sifat yang tidak boleh kita miliki. Bila hal itu kita miliki, maka akan sangat berbahaya, tidak hanya bagi kita secara pribadi tapi juga bagi keluarga dan masyarakat luas.
AKIBAT NEGATIF
Ada banyak akibat negatif yang akan ditimbulkan dari menuruti hawa nafsu tanpa kendali itu.
1. Menyimpang Dari Kebenaran
Orang yang menuruti hawa nafsu cenderung menyimpang dari kebenaran, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan maupun keputusan dan kebijakan yang ditempuhnya. Nafsu memiliki harta membuat begitu banyak orang yang menghalalkan segala cara dalam memperolehnya meskipun akan merugikan pihak lain. Nafsu memperoleh dan mempertahankan kekuasaan telah membuat banyak orang yang melanggar peraturan, meskipun peraturan itu dimuat oleh mereka sendiri, dan begitulah seterusnya. Allah Swt berfirman yang artinya: Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena kamu ingin menyimpang dari kebenaran (QS 4:135).
Oleh karena itu, sebagai muslim kita harus selalu berusaha berada di atas ketentuan yang telah digariskan Allah Swt dalam menjalankan kehidupan di dunia ini dan tidak akan tergoda oleh keinginan hawa nafsu manusia yang memang selalu berusaha menyimpangkan kita dari jalan hidup yang benar, Allah berfirman yang artinya: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari'at (peraturan) dari urusan itu, maka ikutilah syari'at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui (QS 45:18).
2. Sesat dan Menyesatkan Manusia
Menyimpang dari kebenaran berarti menempuh jalan yang sesat, dan orang yang mengikuti hawa nafsu seringkali semakin asyik dengan kesesatannya itu, bahkan sampai tidak merasa berdosa lalu berusaha membenarkan kesesatan yang dilakukannya itu dengan berbagai dalih. Oleh karena itu, seorang muslim diingatkan oleh Allah Swt agar jangan sampai menuruti hawa nafsu yang akan membawanya pada kesesatan yang fatal. Allah berfirman yang artinya: Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupangan hari perhitungan (QS 38:26).
Kalau seseorang selalu mengikuti hawa nafsu yang akhirnya mengarahkan dirinya pada kesesatan, maka diapun tidak mau sesat sendirian, diapun selalu berusaha untuk menyesatkan orang lain secara sungguh-sungguh. Hal ini dinyatakan Allah dalam firman-Nya yang artinya: Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesat (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetrahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS 6:119).
3. Melampaui Batas
Dalam banyak kasus, orang yang menuruti hawa nafsu menunjukkan sikap dan melakukan tindakan yang melampaui batas-batas kewajaran. Sebagai contoh, kita tidak boleh berburuk sangka kepada orang lain, namun karena ada orang yang berburuk sangka kepada orang lain, kitapun mengikutinya dalam opini yang berburuk sangka itu dan penilaian terhadapnya menjadi jelek. Jangankan orang tersebut melakukan keburukan, bila dia melakukan sesuatu yang sangat baik sekalipun kita menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk, ini namanya melampaui batas-batas kewajaran. Orang yang selalui menuruti hawa nafsunya memang akan selalu bersikap dan berprilaku yang melampaui batas. Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu mengikuti orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan untuk mengingat Kami, serta mengikuti hawa nafsunya karena segala urusannya suka melampaui batas (QS 18:28)
Ayat tersebut di atas turun ada sebabnya. Diantara riwayat yang menjelaskan tentang sebabnya adalah: Uyainah bin Hishnin datang menghadap Nabi Saw yang sedang duduk bersama Salman Al Farisi. Ia berkata: "Jika kami datang, hendaknya orang ini dikeluarkan dan baru kami dipersilahkan masuk, maka turun ayat tersebut yang mengingatkan Rasulullah untuk tidak memenuhi permintaan tersebut, karena hal itu sudah malampaui batas. Dalam kehidupan kita sekarang, kita dapati begitu banyak orang yang karena menuruti hawa nafsunya, selalu memberikan penilaian yang buruk kepada orang lain meskipun orang tersebut melakukan sesuatu yang sangat baik, dan menyikapi segala sesuatu dengan hal-hal yang tidak wajar.
Bentuk lain dalam soal melampaui batas adalah penggunaan atau membelanjakan harta yang cenderung boros, padahal Islam melarang orang untuk berlaku boros, tapi yang diperintah adalah berhemat-hemat. Dalam hal ini ada orang yang berlebih-lebihan dalam soal makan, minum, pakaian, rumah, kendaraan dan sebagainya. Akibatnya ada kegoncangan dalam masalah ekonomi yang berakibat pada pergeseran nilai manakala hal-hal tersebut tidak bisa dipenuhi secara wajar.
4. Merusak Kehidupan
Rusaknya kehidupan manusia akan terjadi apabila mereka selalu menuruti hawa nafsunya, baik kerusakan itu dari segi fisik maupun mental. Kehidupan rumah tangga juga akan mengalami kerusakan apabila orang yang ada di dalamnya selalu menuruti hawa nafsu. Suatu bangsa dan negara juga akan hancur manakala manusianya suka menuruti hawa nafsu. Menuruti hawa nafsu dalam soal harta akan merusakan sendi-sendi kehidupan ekonomi. Menuruti hawa nafsu dalam masalah seks akan merusak kehidupan moral dan akhlak mulia, Menuruti hawa nafsu berkuasa akan menghancurkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, begitulah seterusnya. Karena itu, dalam suatu hadits, Rasulullah Saw bersabda: Ada tiga hal yang dapat merusak: kekikiran yang selalu ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan bangga terhadap diri sendiri (HR. Bazzar).
Terjadinya kerusakan fisik lingkungan hidup serta moralitas yang rendah bagai binatang adalah disebabkan oleh tindakan manusia sendiri yang selalu menuruti hawa nafsunya, dan itu semestinya membuat manusia menyadari kesalahannya lalu mau kembali ke jalan hidup yang benar, Allah berfirman yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS 40:41).
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa nafsu yang ada pada diri kita masing-masing harus kita kendalikan dengan baik, sehingga segala keinginannya yang baik akan kita turuti dan kita penuhi, sedangkan keinginan yang buruk tidak akan kita penuhi meskipun hal itu akan menyenangkan diri kita secara duniawi, apabila hal ini tidak bisa kita capai, maka kita mengalami kerugian, baik di dunia maupun di akhirat. Disinilah pentingnya memiliki nafsu yang selalu memperoleh rahmat dari Allah Swt sebagaimana nafsu yang telah dimiliki oleh Nabi Yusuf AS sehingga beliau bisa menghindarkan dirinya dari segala bentuk kemaksiatan sebagaimana difirmankan di dalam Al-Qur'an: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 12:53).
KEBERKAHAN HIDUP
Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini. Karena itu kita selalu berdo'a dan meminta orang lain mendo'akan kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama' waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.
Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata, Allah hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS 7:96).
Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.
BENTUK KEBERKAHAN
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya'kub.
Di dalam Al-Qur'an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya: Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku aka melairkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakahkamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS 11:71-73).
Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A'raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS 5:88).
Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (7:31).
Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (QS 103:1-3).
Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: Demi malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (92:1-7).
KUNCI KEBERKAHAN.
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.
1. Iman dan Taqwa Yang Benar.
Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwadan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS 3:102).
Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu'min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada.
2. Berpedoman kepada Al-Qur'an
Al-Qur'an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur'an ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).
Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur'an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur'an, selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa.
Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo'a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dalam hidup ini .
JANJI UNTUK YANG BERTAQWA
Oleh Drs Ahmad Yani
Sebagaimana kita ketahui, apa saja yang Allah perintahkan kepada kita tentu ada maksud dan tujuan yang baik. Ibadah puasa Ramadhan sebagaimana yang disebutkan Allah di dalam surat Al Baqarah:183 adalah untuk mencapai ketaqwaan kepada-Nya. Yang menjadi persoalan di benak kita adalah mengapa kita harus mencapai peningkatan taqwa kepada Allah Swt.
Di dalam Al-Qur'an, banyak disebutkan tentang apa saja yang menjadi keuntungan dari ketaqwaan kepada Allah Swt itu, atau dengan kata lain, ada janji yang pasti akan diberikan Allah kepada orang yang bertaqwa kepada-Nya. Dalam kesempatan yang singkat ini, akan kita bicarakan bagian pertama dari dua bagian pembicaraan kita dalam soal ini. Pada kesempatan pertama ini, akan kita uraikan secara singkat lima janji Allah untuk orang yang bertaqwa yang berarti keuntungan yang akan diperolehnya.
1. Memperoleh Keberkahan.
Setiap muslim tentu ingin sekali memperoleh keberkahan dari Allah Swt. Keberkahan adalah kebaikan yang diberikan Allah kepada seseorang sehingga kebaikan itu memberikan manfaat yang besar, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Kalau seseorang memiliki keturunan, maka keturunannya itu menjadi shaleh, kalau punya harta maka dimanfaatkan harta itu untuk segala bentuk kebaikan, kalau mempunyai ilmu, maka ilmu itu dipergunakan bagi kemaslahatan, itulah yang dimaksud dengan keberkahan, ini semua bisa diperoleh manakala seseorang memiliki ketaqwaan kepada Allah Swt sebagaimana firman-Nya yang artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS 7:96)
2. Mampu Membedakan Haq dan Bathil.
Kemampuan membedakan antara yang haq dengan yang bathil merupakan sesuatu yang amat penting dalam hidup ini, karena dengan demikian kehidupan ini dijalani dengan teratur dan tak ada kerancuan karena yang haq dengan yang bathil bisa dipisahkan dalam sikap dan prilaku hidup, ini merupakan keistimewaan tersendiri bagi orang bertaqwa sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam firman-Nya yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (QS 8:29).
3. Memperoleh Ampunan.
Sebagai manusia, kita seringkali melakukan kesalahan, baik kesalahan kepada Allah maupun kepada makhluk-Nya. Harapan yang paling besar dari kesalahan yang kita lakukan itu adalah memperoleh ampunan dari Allah Swt. Dengan memantapkan ketaqwaan kita kepada-Nya, maka Allah tidak segan-segan untuk menghapuskan segala bentuk kesalahan yang kita lakukan, begitulah memang kesimpulan yang bisa kita peroleh dari surat Al Anfal ayat 29 di atas.
4. Memperoleh Kegembiraan.
Kegembiraan hidup di dunia dan akhirat merupakan harapan tiap insan, tapi hal itu hanya menjadi milik orang-orang yang bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Orang yang bertaqwa gembira karena hidup ini bisa dijalani dengan baik sehingga membawa manfaat yang positif, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, Allah berfirman yang artinya: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar (QS 10:62-64).
5. Didekati Allah.
Memiliki kedekatan hubungan dengan Allah Swt merupakan dambaan setiap muslim. Kedekatan hubungan ini akan membuat kita tidak hanya selalu berusaha menghindarkan diri dari segala bentuk penyimpangan, tapi Allah Swt akan memberikan pertolongan dan perlindungan kepada hamba-hamba yang didekatinya. Adapun orang yang bertaqwa, niscaya akan didekati oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (QS 16:128).
Dengan demikian, tidak ada pilihan lain bagi kita bahwa menjadi orang yang bertaqwa merupakan suatu kemutlakan yang harus kita capai, tanpa itu tidak mungkin kita bisa memperoleh kehidupan yang baik (hasanah) di dunia maupun di akhirat, padahal keinginan itu selalu kita panjatkan dalam do'a yang kita lakukan setiap hari.
PERSIAPAN MENGHADAPI BULAN RAMADHAN
I. BULAN RAMADHAN
Bulan Ramadhan yang insya Allah sebentar lagi akan kita masuki, adalah bulan yang sangat mulia, bulan tarbiyah untuk mencapai derajat yang paling tinggi, paling mulia: derajat taqwa. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS Al Baqarah: 183). Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa. (QS Al Hujurat: 13).
Predikat taqwa ini tidak mudah untuk diperoleh. Ia baru akan diperoleh manakala seseorang melakukan persiapan yang cukup, dan mengisi bulan Ramadhan itu dengan berbagai kegiatan yang baik dan mensikapinya dengan benar.
II. MINIMAL ADA TIGA HAL YANG PERLU DIPERSIAPKAN
Minimal ada tiga hal yang perlu dipersiapkan dalam menyongsong bulan Ramadhan yang penuh berkah itu:
a. Persiapan Ruh dan Jasad.
Dengan cara mengkondisikan diri agar pada bulanSya'ban (bulan sebelum Ramadhan) kita telah terbiasa dengan berpuasa. Sehingga kondisi ruhiyah imaniyah meningkat, dan tubuh sudah terlatih berpuasa Dengan kondisi seperti ini, maka ketika kita memasuki bulan Ramadhan, kondisi ruh dan iman telah membaik, yang selanjutnya dapat langsung menyambut bulanRamadhan yang mulia ini dengan amal dan kegiatan yang dianjurkan. Di sisi lain, tidak akan terjadi lagi gejolak phisik dan proses penyesuaian yang kadang-kadang dirasakan oleh orang-orang yang pertama kali berpuasa, seperti: lemah badan, demam atau panas dingin dan sebagainya.
Rasulullah saw menganjurkan kepada kita agar kita memperbanyak puasa sunnah pada bulan Sya'ban ini dengan cara memberikan contoh langsung danaplikatif. 'Aisyah RadhiyaLlahu 'anha berkata: "Rasulullah saw berpuasa, sampai-sampai kami mengiranya tidak pernah meninggalkannya". Demikian dalam riwayat Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa: "Beliau melakukan puasa sunnah bulan Sya'ban sebulan penuh, beliau sambung bulan itu dengan Ramadhan". (Hadits shahih diriwayatkan oleh para ulama' hadits, lihat Riyadhush-Shalihin, Fathul Bari, Sunan At-Tirmidzi dan lain-lain).
Anjuran tersebut dikuatkan lagi dengan menyebutkan keutamaan bulan Sya'ban. Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Katanya: "Ya Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan yang lain sebanyak puasa di bulan Sya'ban ini? Beliau saw menjawab: "Itulah bulan yang dilupakan orang, antara Rajab dan Ramadhan, bulan ditingkatkannya amal perbuatan kepada Allah swt Rabbul 'Alamin. Dan aku ingin amalku diangkat sedang aku dalam keadaan berpuasa". (HR An-Nasa-i).
b. Persiapan Materi.
Bulan Ramadhan merupakan bulan muwaasah (bulan santunan). Sangat dianjurkan memberi santunan kepada orang lain, betapapun kecilnya. Pahala yang sangat besar akan didapat oleh orang yang tidak punya, manakala ia memberi kepada orang lain yang berpuasa, sekalipun Cuma sebuah kurma, seteguk air atau sesendok mentega. Rasulullah saw pada bulan Ramadhan ini sangat dermawan, sangat pemurah. Digambarkan bahwa sentuhan kebaikan dan santunan Rasulullah saw kepada masyarakat sampai merata, lebih merata ketimbang sentuhan angin terhadap benda-benda di sekitarnya.
Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas RadhiyaLlahu 'anhu: "Sungguh, Rasulullah saw saat bertemu dengan malaikat Jibril, lebih derma dari pada angin yang dilepaskan". (HR Muttafaqun 'alaih). Santunan dan sikap ini sudah barang tentu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali manakala jauh sebelum Ramadhan telah ada persiapan-persiapan materi yang memadai.
c. Persiapan Fikri (Persepsi).
Minimal persiapan fikri ini meliputi dua hal, yaitu: 1. Mempunyai persepsi yang utuh tentang Ramadhan dan keutamaan bulan Ramadhan. 2. Dapat memanfaatkan dan mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan yang secara logis dan konkrit mengantarkannya untuk mencapai ketaqwaan.
III. KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
a. Bulan Tarbiyah untuk mencapai derajat taqwa. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS Al Baqarah: 183).
b. Bulan diturunkannya Al Qur'an.
Bulan Ramadhan, yang pada bulan itu Al Qur'an diturunkan sebagai petunjuk buat manusia dan penjelasan tentang petunjuk itu, dan sebagai pemisah (yang haq dan yang batil) (QS Al Baqarah: 185).
c. Bulan yang paling utama, bulan penuh berkah.
Bulan yang paling utama adalah bulan Ramadhan, dan hari yang paling utama adalah hari Jum'at (HR At-Thabarani) . Dari Ubadah bin Ash-Shamit, bahwa Rasulullah saw -pada suatu hari, ketika Ramadhan telah tiba- bersabda: Ramadhan telah datang kepada kalian, bulan yang penuh berkah, pada bulan itu Allah swt memberikan naungan-Nya kepada kalian. Dia turunkan Rahmat-Nya, Dia hapuskan kesalahan-kesalahan, dan Dia kabulkan do'a. pada bulan itu Allah swt akan melihat kalian berpacu melakukan kebaikan. Para malaikat berbangga dengan kalian, dan perlihatkanlah kebaikan diri kalian kepada Allah. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang pada bulan itu tidak mendapat Rahmat Allah swt". (HR Ath-Thabarani) .
d. Bulan ampunan dosa, bulan peluang emas melakukan ketaatan.
Rasulullah saw bersabda: Shalat lima waktu, dari Jum'at ke Jum'at, dari Ramadhan ke Ramadhan, dapat menghapuskan dosa-dosa, apabila dosa-dosa besar dihindari. (HR Muslim). Barang siapa yang melakukan ibadah di malam hari bulan Ramadhan, karena iman dan mengharapkan ridha Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni. (Muttafaqun 'alaih). Apabila Ramadhan datang, maka pintu-pintu syurga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syaithon-syaithon dibelenggu. (Muttafqun 'alaih).
e. Bulan dilipat gandakannya amal shaleh.
Rabb-Mu berkata: "Setiap perbuatan baik dilipat gandakan pahalanya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa, puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai yang melindungi dari api neraka. Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi dari pada parfum misik. Apabila orang bodoh berlaku jahil kepada seseorang diantara kamu yang tengah berpuasa, hendaknya ia katakan: "Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa". (HR At-Tirmidzi).
f. Khutbah Rasulullah saw menyongsong bulan suci Ramadhan sebagai bulan mulia, bulan ibadah, bulan santunan. Dari Salman RadhiyaLlahu 'anhu, katanya: Rasulullah saw berkhutbah di tengah-tengah kami pada akhir bulan Sya'ban, beliau saw bersabda: "Hai manusia, bulan yang agung, bulan yang penuh berkah telah menaungi. Bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang padanya Allah mewajibkan berpuasa. Qiyamullail disunnahkan.
Barang siapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan suatu kewajiban pada bulan itu, nilainya sama dengan tujuh puluh kali lipat dari kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya. Bulan Ramadhan adalah bulan sabar, sabar itu balasannya syurga, Ramadhan adalah bulan santunan.
Bulan ditambahkannya rizqi orang mukmin. Siapa yang memberikan makanan untuk berbuka kepada seorang yang berpuasa, balasannya adalah ampunan terhadap dosa-dosanya, dirinya dibebaskan dari neraka, dan dia mendapatkan pahala sebesar yang didapat oleh orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang tersebut. Sahabat berkomentar, kata mereka: "Ya Rasulullah, tidak setiap kami memiliki makanan untuk berbuka yang dapat diberikan kepada orang yang berpuasa? Sabda Rasulullah saw: "Pahal tersebut akan diberikan Allah, meskipun yang diberikan untuk berbuka bagi yang berpuasa hanya satu buah kurma, atau seteguk air, atau sesendok mentega.
Bulan Ramadhan awalnya rahmat, tengahnya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka, siapa yang memberikan keringanan bagi hamba sahayanya pada bulan itu, Allah akan ampuni dosanya, dan dia dibebaskan dari neraka. Pada bulan ini, perbanyaklah empat hal, dua diantaranya membuat kamu diridhai Rabbmu, dan dua yang lainnya sesuatu yang sangat kamu butuhkan.
Dua hal yang membuat kamu diridhai Rabbmu adalah:
IV. Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan
V. Kamu meminta ampunan kepada-Nya.
Sedangkan dua hal lainnya yang sangat kamu butuhkan adalah:
VI. Kamu meminta syurga kepada Allah, dan
VII. Kamu minta dilindungi dari neraka.
Siapa yang memberikan minum kepada orang yang berpuasa, Allah akan memberikan minuman kepadanya dari telagaku yang tidak akan menjadi haus sampai dia masuk syurga". (HR Ibnu Khuzaimah).
a. Ramadhan bulan jihad, bulan kemenangan.
Sejarah mencatat, bahwa pada bulan suci Ramadhan inilah beberapa kesuksesan dan kemenangan besar diraih ummat Islam, yang sekaligus membuktikan bahwa Ramadhan bukan bulan malas dan lemah, tapi merupakan bulankuat, bulan jihad, bulan kemenangan. Perang Badar Kubro yang diabadikan dalam Al Qur'an sebagai yaumul furqan, dan ummat Islam saat itu meraih kemenangan besar, terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriyah. Dan saat itu, gembong kebatilan: Abu Jahal, terbunuh.
Pada bulan Ramadhan pula fathu Makkah terjadi, yang dibadaikan dalam Al Qur'an sebagai Fathan Mubiiina, tepatnya pada tanggal 10 Ramadhan tahun 8 (delapan) Hijriyah. Serangkaian peristiwa besar lainnya juga terjadi pada bulan Ramadhan, seperti: beberapa pertempuran dalam perang Tabuk, terjadi pada bulan Ramadhan tahun 9 (sembilan) Hijriyah. Tersebarnya Islam di Yaman pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah. Khalid bin Al Walid menghancurkan berhala Uzza pada tanggal 25 Ramadhan tahun 8 (delapan) Hijriyah. Dihancurkannya berhala Latta pada bulan Ramadhan tahun 9 Hijriyah.
Ditaklukkannya Andalus (Spanyol sekarang) di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad pada tanggal 28 Ramadhan tahun 92 Hijriyah. Peperangan 'Ain Jalut, dimana untuk pertama kalinya pasukan Islam berhasil mengalahkan bangsa Mongol Tartar, yang sebelumnya sempat dianggap mustahil, juga terjadi pada bulan Ramadhan tahun 658 Hijriyah. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
VIII. ADAB DAN KIAT MENGISI RAMADHAN
1. Puasa yang baik dilakukan dengan motivasi karena Allah.
Semua amal ibnu Adam adalah untuknya, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya sampai tujuh ratus kali lipat, Allah SWT berfirman: kecuali puasa, ia adalah untuk-KU, dan AKU yang akan membalasnya, sesungguhnya ia telah meninggalkan syahwatnya, makanannya, dan minumannya demi AKU, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan, sekali waktu berbuka dan sekali lagi waktu bertemu Robbnya, sungguh bau tidak sedap mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi disisi Allah SWT daripada minyak misik. (lihat Shahih Bukhari hadits no: 1904, dan lihat Shahih Muslim hadits no: 163 bab keutamaan puasa dengan sedikit diringkas).
2. Disunnahkan bagi yang berpuasa agar memperlambat makan sahur, dan mempercepat berbuka.
Bersahurlah, sesungguhnya dalam sahur itu ada keberkahan. (HR Muslim). Mintalah pertolongan dengan makan sahur agar dapat berpuasa disiang harinya, dan dengan tidur siang, agar dapat qiyamul-lail di malam hari. (HR Ala Hakim). Ada tiga hal yang dicintai Allah 'Azza wa jalla: menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat. (HR Ath-Thabarani) . Manusia akan selalu dalam keadaan baik, selama mereka menyegerakan berbuka. (HR Muslim).
3. Berdo'a ketika berbuka.
Bagi orang yang berpuasa ketika ia berbuka, do'anya tidak ditolak (HR Ibnu Majah). "Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizqi-Mu aku berbuka, kepada-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku beriman, dahaga telah hilang, urat-uratpun telah membasah dan pahala telah Engkau tetapkan insya Allah ta'ala. Ya Allah yang Maha Luas karunia-Nya, ampunilah aku, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan pertolongan kepadaku, sehingga aku dapat berpuasa dan yang telah memberikan rizqi kepadaku, sehingga aku dapat berbuka".
4. Memberikan makanan untuk orang yang berbuka puasa.
"Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa dan yang berpuasa itu tidak dikurangi pahalanya sedikitpun" (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban) .
5. Menjaga mata, telinga danlidah serta anggota-anggota tubuh lainnya dari perbuatan yang tidak ada faedahnya, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa. "Barang siapa yang tidak menjauhkan kata-kata dan perbuatan bohong, maka Allah tidak menerima puasanya". (HR Bukhari). "Bisa jadi orang yang qiyamul-lail itu hanya mendapatkan meleknya saja dan bisa jadi orang yang berpuasa itu hanya mendapatkan lapar dan hausnya saja" (HR Ahmad, Ath-Thabarani dan Al Baihaqi dari Ibnu Umar, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan redaksi sedkit berbeda).
6. Memberikan perhatian yang lebih besar, baik moral ataupun material kepada keluarga dan sanak famili serta memperbanyak sedekah kepada fakir miskin. "Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan, dan beliau saw lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, ketika bertemu Jibril 'Alaihis-Salam, sungguh, kedermawanan beliau saat itu lebih kuat daripada angin yang bertiup" (HR Muttafaqun 'alaih).
7. Meningkatkan kajian tentang Islam, tadarrus, tilawah dan tela'ah Al Qur'an, dzikir, do'a dan amal-amal kebajikan lainnya (QS Al Baqarah: 183 - 187). "Dan Jibril 'Alaihis-Salam menjumpai nabi saw pada setiap malam bulan Ramadhan, danbeliau mengajaknya bertadarrus Al Qur'an". (HR Muttafaqun 'alaih).
8. I'tikaf pada 'Asyrul Awakhir (10 hari terakhir bulan Ramadhan) dan meningkatkan aktifitas ibadah pada hari-hari tersebut. "Nabi saw apabila memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), beliau membangunkan keluarganya dan beliau menjauh dari istrinya".
9. Meningkatkan kesadaran bermuroqobah, merasa diawasi terus oleh Allah swt yang Maha Mengetahui, dan selalu menyadari bahwa diri kita t engah berpuasa, tengah beribadah dalam rangka mencapai ketaqwaan. "Dan agar kamu mengagungkan Allah sesuai dengan apa yang ditunjukkan kepadamu" (QS Al Baqarah: 185).
10. Pandai menentukan skala prioritas amal islami dengan mengutamakan amal-yang lebih penting, lebih banyak manfaatnya dan lebih cepat mengantarkannya ke syurga, baik berupa berjuang di jalan Allah dalam menegakkan kalimat-Nya ataupun berinfaq fi sabilillah, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya. Ketika orang-orang minta dispensasi dari berinfaq dan berjihad, Rasulullah saw bersabda: "Tidak bershodaqah, dan tidak berjihad? Jadi, dengan apa kamu ingin masuk syurga?
TARBIYYAH RAMADHAN
Ada banyak faktor yang membuat kita harus bersyukur kepada Allah Swt. Salah Satunya adalah disampaikan-Nya usia kita pada bulan Ramadhan yang mubarak, sehingga kita bisa rasakan lagi ibadah Ramadhan yang nikmat itu. Kenikmatan ibadah Ramadhan dapat kita rasakan salah satunya dari sisi nilai tarbiyyah (pendidikan) nya terhadap diri, keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu, manakala ibadah Ramadhan ini dapat kita tunaikan dengan sebaik-baiknya, maka masyarakat dan negara kita yang mayoritas penduduknya muslim ini akan sampai pada suatu keadaan yang bersih jiwanya sehingga melahirkan masyarakat dan bangsa yang bersih dari sifat dan prilaku yang buruk. Ada banyak nilai tarbiyyah Ramadhan yang akan kita peroleh, khususnya dari ibadah puasa. Pemahaman tentang masalah ini perlu kita ingat dan segarkan kembali agar ibadah puasa Ramadhan pada tahun ini bisa kita optimalkan dalam peroleh hasil-hasilnya.
1. Membersihkan Jiwa.
Keadaan jiwa seseorang menjadi penentu utama bagi diri dalam bersikap dan berprilaku. Sikap dan prilaku yang baik atau buruk sangat ditentukan oleh apakah jiwanya bersih atau tidak. Puasa mentarbiyyah kita untuk menjadi manusia yang memiliki jiwa yang bersih. Indikasi jiwa yang bersih adalah senang melaksanakan apa yang diperintah Allah, menjauhi apa yang dilarang-Nya serta selalu berupaya untuk menyempurnakan pengabdiannya kepada Allah Swt.
Jiwa yang bersih akan membuat seseorang, pertama, senang pada kejujuran dan puasa memang mendidik seorang muslim untuk bersikap dan berprilaku jujur, meskipun tidak ada orang lain yang mengetahui kalau dia melakukan pelanggaran. Kedua, takut kepada Allah dan selalu merasa diawasi olehnya yang membuat tumbuh dalam jiwanya rasa dekat kepada Allah Swt sehingga dia tidak mau melanggar ketentuan-ketentuan Allah Swt, meskipun pelanggaran yang dilakukannya termasuk pelanggaran yang kecil dan tidak diketahui oleh orang lain. Ketiga, orang yang mendambakan kebersihan jiwa, manakala telah diselimuti dengan dosa, maka dia ingin membersihkan dosa-dosanya itu, dan puasa merupakan salah satu upaya untuk membersihkan jiwa dari dosa-dosa. Keempat, jiwa yang bersih juga diindikasikan dalam bentuk disiplin dalam menjalan ketentuan-ketentuan Allah Swt dan puasa memang melatih kita untuk menjadi orang yang disiplin dalam menjalani kehidupan sebagaimana yang telah digariskan Allah Swt dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Makan, minum, melakukan hubungan seksual dan sebagainya ada ketentuan waktu yang harus ditaati oleh seorang muslim selama menunaikan ibadah puasa, ini berarti puasa harus menghasilkan jiwa disiplin dalam ketaatan kepada Allah Swt.Dan kedisiplinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dunia apapun, apalagi dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim.
2. Memantapkan Keinginan Baik.
Keinginan (iradah) merupakan sesuatu yang mesti ada, tumbuh dan berkembang dalam diri seorang muslim dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah Swt.Puasa mendidik kita untuk menumbuhkan dan mengembangkan iradah untuk melaksanakan yang baik dan iradah untuk menjauhi segala bentuk keburukan.
Pahala atau imbalan besar yang disediakan Allah Swt terhadap orang yang berpuasa dengan baik membuat tumbuh pada dirinya keinginan untuk melaksanakan segala bentuk kebaikan dan menjauhi segala bentuk keburukan. Misalnya saja di bulan Ramadhan kita dibina untuk menolong orang lain dengan cara memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka dengan pahala yang besar, Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa memberi jamuan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala seperti pahalanya (orang yang berpuasa) itu, yaitu tidak dikurang sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Dengan imbalan yang besar itu, seorang sahabat meskipun miskin masih tetap berkeinginan untuk bisa memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka puasa, tapi dia bertanya kepada Rasul tentang apa yang bisa diberikannya karena miskinnya itu, maka Rasulpun tidak menutup kemungkinan seseorang untuk menginginkan suatu amal yang baik, maka beliaupun menyatakan: "meskipun engkau hanya bisa memberi sebiji korma atau seteguk air".
3. Mengendalikan Nafsu Seksual.
Secara khusus, ibadah puasa juga mendidik kita untuk melakukan pengendalian terhadap nafsu seksual, tapi bukan membunuh nafsu seksual sehingga kita tidak memilikinya lagi. Nafsu seksual merupakan salah satu pintu yang digunakan oleh syaitan dalam menggoda manusia menuju jalan yang sesat. Karena itu, tidaklah aneh kalau kita menemukan begitu banyak manusia yang akhirnya jatuh ke lembah yang nista karena tidak mampu mengendalikan nafsu seksualnya. Berapa banyak orang kaya yang jatuh miskin karena masalah seksual, berapa banyak pejabat yang jatuh dari kursi kekuasaannya karena nafsu seksual dan berapa banyak terjadi kasus-kasus kerusakan akhlak lainnya karena berpangkal dari persoalan seksual.
Karena itu, tidak aneh juga kalau ada psikolog menganggap seks sebagai faktor utama penggerak aktivitas manusia, karena memang begitulah yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di dunia barat. Wabah kerusakan moral dan berbagai penyakit telah bermunculan karena bermula dari ketidakmampuan manusia mengendalikan nafsu seksualnya.
Oleh karena itu, bagi seorang muslim, masalah seksual merupakan karunia Allah Swt yang pelampiasannya boleh dilakukan pada batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Maka ibadah puasa melatih kita untuk mengendalikan keinginan seksual itu, jangankan kepada wanita lain atau kepada lelaki lain, kepada isteri atau suami saja harus dikendalikan dengan sebaik-baiknyapada saat sedang berpuasa, Allah berfirman yang artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak bisa menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar (QS 2:187).
4. Mengokohkan Jiwa Kemasyarakatan.
Sebagai manusia, kita menyadari bahwa hidup ini tidak mungkin bisa kita jalani dengan baik tanpa kebersamaan dengan manusia lainnya. Karena itu interaksi kita antara yang satu dengan yang lain merupakan suatu kebutuhan dan secara ekonomi, yang kaya harus membantu yang miskin, sementara yang miskinpun masih bisa bersyukur kepada Allah Swt karena bisa jadi masih banyak orang yang lebih miskin darinya.
Ibadah puasa mendidik kita untuk mengokohkan jiwa kemasyarakatan itu, sehingga sebagai orang yang memiliki kemampuan secara materi kita siap memberikan bantuan kepada yang tidak mampu karena kita sudah merasakan tidak enaknya lapar dan haus, padahal itu hanya berlangsung beberapa jam, sementara masih begitu banyak anggota masyarakat kita yang memerlukan bantuan, apalagi dalam krisis ekonomi di negara kita sekarang ini yang telah melahirkan penduduk miskin baru dalam jumlah yang amat banyak. Menumbuhkan jiwa kemasyarakatan itu nantinya disimbolkan dalam bentuk menunaikan zakat fitrah yang memang harus diberikan kepada mereka yang miskin.
TARGET PENINGKATAN TAQWA
Bila kita hendak simpulkan tentang apa sesungguhnya target ibadah puasa secara khusus dan ibadah Ramadhan lainnya secara umum, maka target yang hendak kita capai adalah terwujudnya peningkatan taqwa kepada Allah Swt dalam arti yang sesungguhnya sebagaimana firman Allah dalam QS 2:183 di atas.
Oleh karena itu, dari Ramadhan ke Ramadhan, dari satu peribadatan ke peribadatan berikutnya semestinya membuat taqwa kita kepada Allah Swt semakin berkualitas, ibarat orang menaiki tangga, maka diasudah berada pada pijakan tangga yang lebih tinggi sesuai dengan frekuensi peribadatannya. Manakala dari tahun ke tahun ibadah Ramadhan kita tunaikan, tapi ternyata tidak ada peningkatan taqwa kepada Allah yang kita tunjukkan, maka kita khawatir kalau puasa kita itu tergolong yang hanya merasakan lapar dan haus saja, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan pahalanya, melainkan hanya lapar dan haus saja (HR. Ahmad dan Hakim dari Abu Hurairah). .
MERAIH RAHMAT ALLAH
Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Yunus: 58)
Di antara kebutuhan asasi manusia adalah kasih sayang. Setiap orang memerlukannya, tanpa kecuali. Setiap saat dan setiap waktu kita sangat merindukan kasih sayang orang lain, khususnya orang-orang yang terdekat. Namun banyak di antara kita yang tidak sadar bahwa yang paling menyayangi kita adalah Allah Yang Maha Pencipta. Sifat utama Allah dalam rangkaian Al Asma-ul Husna (Nama-nama Allah yang baik) adalah Ar- Rahmaanir-rohiim (Yang Maha pemurah lagi Maha Penyayang). Allah telah menetapkan dalam dirinya kasih sayang. Kasih sayang Allah telah meliputi murkanya sehingga kemarahan Allah pun sebenarnya dalam rangka sayangnya kepada kita.
Allah Sumber Kasih Sayang
Allah merupakan sumber kasih sayang di alam semsta Kasih sayang Allah disebut dengan rahmat. Ada dua bentuk kasih sayang Allah. Pertama yang gratis tanpa diminta dan kedua kasih sayang Allah yang diberikan karena Allah menghargai upaya manusia tersebut. Yang pertama datang dari sifat Ar rahmaan (Allah yang Maha Pemurah) sedang yang kedua dari sifat Allah Ar Rahiim (Yang Maha Penyayang).
Kasih sayang Allah yang gratis sungguh banyak sehingga kita tidak dapat menghinggakan jumlahnya. Itulah ni'mat yang tak terhitung oleh kita rinciannya. Cobalah kita merenung sejenak. Memikirkan berapa banyak ni'mat yang telah Allah berikan kepada kita. Hidup kita, yang tadinya tiada menjadi ada. Jasad kita dari ujung rambut sampai ujung jari kaki; lengkap dengan seluruh unsurnya. Milyaran desahan nafas yang kita hirup, trilyunan detak jantung yang berdegup di dada kita. Kesehatan jasmani yang sangat mahal meliputi seluruh sel tubuh kita. Allah pun melengkapi hidup kita dengan beraneka ragam sarana yang tiada terkira banyaknya; keluarga, teman, rumah, sekolah, pekerjaan dan lain-lain...
Rahmat Allah bentuk kedua jauh lebih banyak lagi. Meliputi kasih sayang Dunia dan Akhirat diberikan kepada hama-hamba Allah yang beriman dan beramal saleh sepanjang dia menjalani hidupnya sesuai tuntunan imannya itu. Salahsatunya dengan memperbanyak dzikrullah. Firman Allah Ta'ala.
Hai orang-orang yang beriman berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan Malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Al Ahzab: 41-43)
Dengan rahmat Allah, seorang mukmin merasa bahagia karena hidupnya mendapat naungan cinta dan kasih sayang yang tiada putusnya. Kendati demikian, orang mu-min tidak boleh ghurur (tertipu) dengan amal perbuatan yang diusahakannya Karena amal itu sesungguhnya tidak dapat memasukkan dirinya ke dalam syurga sebagaimana dikatakan Nabi Shollallahu Alaihi Wa Sallam, "Bersungguh-sungguh, bersegera, dan bergembiralah karena tiada seorang pun akan masuk syurga karena amalnya". Seorang sahabat bertanya, "Apakah juga Anda ya Rasulullah". Jawab Nabi, "Betul saya juga. Tetapi Allah telah meliputi diri saya dengan rahmat-Nya". (Mutafaq Alaih)
Cara Meraih Kasih Sayang
Rahmat Allah yang perlu kta kejar itu tidak datang dengan sendirinya. Kesungguhan upaya kita dalam meraihnya akan membuat Allah memberikan karunia rahmat tersebut Dalam ajaran Islam disediakan banyak cara untuk meraih rahmat Allah. Di antaranya yang terbesar adalah lima saluran berikut ini,
1.Berinteraksi dengan Al Qur-an
Bimbingan wahyu Allah kepada hamba-hamba-Nya merupakan kasihsayang Allah sepanjang zaman dan tiada putus-putusnya .Karenanya Al Qur-an adalah Kitab yang mutlak sarat dengan rahmat Allah.Setiap huruf dan ayatnya memberikan kasih sayang yang bernilai tinggi di dunia. Al Qur-an diturunkan pada Bulan Ramadhan yang disebut sebagai Bulan rahmat. Maka dengan membaca, mendengarkan bacaan dan mempelajari Al- Qur'an dengan ikhlas seseorang pasti memperoleh rahmat Allah. Tentang keutamaan Al Qur-an sebagai rahmat Allah berlimpah ruah ini. Al Qur-an sendiri menyatakan, Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Yunus: 58) Sayangnya, rahmat Al Qur-an ini yang paling sering dilalaikan orang termasuk kaum muslimin sendiri. Mereka jarang sekali membaca dan mengkaji Al-Qur-an.
Setiap bentuk ibadah kepada Allah seperti berwudlu, sholat, berpuasa, berinfaq dan lain-lain mendatangkan rahmat Allah.Perbuatan apapun yang dilakukan dengan hati, lisan dan jasad karena keinginan mendekatkan diri kepada Allah dibalasi Allah dengan pahala dan rahmat-Nya. Syaratnya dikerjakan dengan ikhlas dan sedapat mungkin dimulai dengan membaca bismillahir rahmaanir rahiim (dengan menyebut nama Allah) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang). Karena Nabi mengatakan, "Setiap amal yang penting tidak dimulai dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahiim terpurtus dari rahmat Allah". (Al-Hadist)
Setiap amal kebajikan betapa pun kecilnya dirahmati Allah karena bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, perbuatan maksiat akan mendapat laknat karena bertentangan dengan ketaatan.Dan bila laknat Allah ini telah menetap barulah seorang itu akan dibenci Allah dan seluruh makhluk-Nya.
3.Menghubungkan Tali Silaturrahim
Hubungan di antara sesama manusia akan memberikan rahmat Allah sepanjang dilandasi dengan kasih sayang. Allah memerintahkan manusia untuk saling sayang menyayangi. Kedua orangtua wajib menyayangi anak-anaknya. Suami menyayangi isteri dan isteri wajib menyayangi suami. Demikian pula dalam keluarga, sanak famili, tetangga, lingkungan memperoleh kasih sayang bila kita melakukan hubungan silaturrahim. Nabi bersabda, "Sayangilah yang
di bumi nanti yang di langit akan menyayangimu". (Al Hadits) "Siapa yang tidak menyayangi (manusia) tidak akan disayangi (Allah)" (Al hadits)
Hubungan sesama manusia itu bertingkat-tingkat, sesuai dengan jarak kedekatannya baik secara nasab maupun dalam keyakinan tetapi semuanya perlu dilandasi kasih sayang. Karena begitu butuhnya manusia terhadap kasih sayang, Islam memerintahkan agar kasih sayang perlu diungkapkan dengan lisan. Suami isteri perlu saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayangnya. Anak-anak sangat memerlukan pelukan, ciuman ataupun pernyataan sayang lain dari orangtuanya. Bahkan dengan sesama muslim pun Nabi mengajarkan agar kita mengungkapkan perasaan cinta kita, "Jika salah seorang dari kalian mencintai saudaranya (karena Allah) maka hendaknya disampaikan", kata Nabi.
4.Mendakwahkan Islam
Mengajak orang kepada Islam berarti mengajak orang kepada agama kasih sayang. Bukankah Nabi kita diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Dan tidak Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat (kasih sayang) bagi semesta alam. (Al Anbiya: 107)
Karena itu memiliki keterlibatan apalagi keterikatan dalam dakwah agama ini akan melahirkan kasih sayang itu sendiri. Rahmat Allah dibangun dengan adanya amar ma'ruf nahi munkar dan saling nasihat menasihati dalam berkasih sayang (tawashau bil-marhamah).
5. Berdoa, memohon rahmat Allah
Berdoa sangat efektif untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Sebab Allah pun segera membalas orang-orang yang memohon kepada-Nya.Dan katakanlah: "Ya Tuhanku berilah ampunan dan sayangilah, dan Engkau adalah Maha penyayang di antara yang penyayang" (Al-Mukminuun: 118)
Nabi mengajarkan kita meminta rahmat dalam berbagai kesempatan. Misalnya, ketika akan memasuki masjid kita berdo'a, "Ya Allah bukakanlah kepadaku pintu-pintu rahmat-Mu". Kita pun meminta kepada Allah agar orangtua kita diberi rahmat karena keduanya telah menyayangi kita sewaktu kecil.
KARENA KASIH SAYANG
Sahabat Rasulullah, Jabir Radliyallahu Anhu - berkisah, "Suatu ketika Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam keluar menjumpai kami seraya berkata, "Tadi Jibril sahabatku datang menemuiku. Dia berkata, "Hai Muhammad, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran. Ada seorang hamba di antara hamba-hamba Allah telah beribadat kepada Allah selama 500 tahun di puncak gunung yang terletak di suatu pulau di tengah samudera, lebar dan tingginya 30 kali 30 hasta.
Dikelilingi oleh lautan seluas 4000 farsakh dari setiap sisinya. Allah mengeluarkan mata air baginya selebar ibu jari yang memancarkan air tawar yang mengggenang di bawah gunung itu. Dan Allah pun menumbuhkan bagi si abid tadi sebatang pohon delima yang tiap-tiap malam mengeluarkan sebuah delima.Sepanjang hari ia hanya beribadat dan menjelang sore ia berwudlu lalu memetik buah delima itu lalu memakannya. Setelah itu ia mengerjakan sholat kembali. Ia memohon kepada Rabbnya agar bila ajalnya telah tiba dia dimatikan dalam keadaan sujud dan agar bumi serta serangga tidak dapat merusak tubuhnya hingga ia dibangkitkan kelak. Ia ingin berjumpa Allah dalam keadaan sujud".
Jibril melanjutkan ceritanya, "Permohonannya itu dikabulkan Allah. Dan kami (para Malaikat) melaluinya ketika kami turun atau naik. Kami dapatkan ia dalam ilmu, bahwa tatkala ia dibangkitkan pada hari kiamat ia dihadapkan kepada Allah. Lantas Allah berkata kepada Malaikat-Nya, "Masukkan hamba-Ku ini ke dalam syurga dengan rahmat-Ku!"
Si Abid tadi menyelak, "Ya Rabb, bahkan dengan amalku?" Allah berkata, "Masukkan hamba-Ku ini ke dalam syurga dengan rahmat-Ku!" Si Abid tadi berkata lagi, "Ya Rabb, bahkan dengan amalku?" Kemudian Allah berkata, "Timbanglah berat ni'mat-ni'mat-Ku kepadanya, dan bandingkan dengan amal perbuatannya!"
Maka setelah Malaikat menimbang didapatkan bahwa selama lima ratus tahun ibadatnya hanya mencukupi ni'mat mata saja. Sedangkan ni'mat jasad lainnya belum tertebus dengan amalnya. Maka Allah memerintahkan, "Masukkan hamba-Ku itu ke dalam neraka!" Ia pun digiring ke dalam neraka. Lantas si Abid berteriak, ""Ya Allah, dengan rahmat-Mu, masukkanlah aku ke dalam syurga!"Allah berkata, "Kembalikanlah ia!" Kemudian ia dihadapkan kembali kepada Allah yang bertanya kepadanya, "Hai hamba-Ku. Siapakah yang telah menciptakanmu sebelum engkau ada?"
Dia menjawab, "Engkau ya Tuhanku" "Siapakah yang telah memberimu kekuatan untuk beribadat selama lima ratus tahun", tanya Allah lagi, "Engkau ya Tuhanku", jawabnya. "Siapakah yang telah menempatkanmu di puncak gunung di tengah-tengah samudera dan mengeluarkan untukmu air tawar dan air asin, dan mengeluarkan sebuah delima setiap malam padahal delima itu hanya keluar sekali setahun" "Engkau Ya Tuhanku".
Lantas Allah melanjutkan, "Itu semua adalah dengan rahmat-Ku. Dan dengan rahmat-Ku pula engkau Kumasukkan ke dalam syurga. Nah masukkan hamba-Ku ke dalam syurga". Akhirnya Jibril berkata, "Sesungguhnya segala sesuatu itu hanya dengan rahmat Allah, Ya Muhammad". (HR. Al Mundziry)
HAKIKAT JAHILIYAH
Banyak orang yang mengira bahwa masa jahiliyah telah berakhir bersamaan dengan datangnya ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Bahkan bisa jadi, mereka menduga bahwa kejahiliyahan itu hanya terdapat pada masyarakat Arab sebelum Islam. Padahal sebenarnya kejahilyahan itu ada pada setiap masyarakat, tempat dan masa. Dengan kata lain, kejahiliyahan itu bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga. Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk memahami apa itu jahiliyah yang sebenarnya.
Menurut Ibnu Taimiyah, seperti yang dikutip oleh Muhammad Qutb, jahl itu bermakna "tidak memiliki atau tidak mengikuti ilmu" Karena itu, orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang yang haq (benar) adalah jahil, apalagi kalau tidak mengikuti yang haq itu. Atau tahu yang haq tapi prilakunya bertentangan dengan yang haq, meskipun dia sadar atau paham bahwa apa yang dilakukannya memang bertentangan dengan yang haq itu sendiri.
JAHILIYAH DALAM AL-QUR'AN.
Di dalam Al-Qur'an, Allah Swt berfirman tentang jahiliyah yang penggunaannya untuk tiga hal. Hal ini menjadi penting untuk kita pahami agar dengan demikian kita menyadari bahwa jahiliyah itu tidaklah semata-mata bodoh dalam arti tidak punya ilmu, apalagi sekedar bodoh secara intelektual.
1. Jahiliyah Dalam Ketuhanan.
Kata jahiliyah digunakan untuk menggambarkan kebodohan manusia terhadap konsep ketuhanan yang benar. Manusia yang tidak mengetahui hakikat uluhiyah merupakan manusia yang jahil. Tuhan dalam Islam adalah sesuatu yang tidak bisa dibuat, tidak bisa dilihat dengan pandangan mata, tidak ada sesuatu yang bisa menyamainya, bahkan tuhan itu justeru yang mencipta segala sesuatu, bukan dicipta oleh sesuatu. Dalam kaitan ini Allah Swt berfirman yang artinya: Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada satu kaum yang tetap menyembah berhala mereka. Bani Israil berkata: Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui/jahil" (QS 7:138).
Ayat lain yang terkait dengan masalah ini adalah firman Allah yang artinya: Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina". Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?". Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil" (QS 2:67).
Dalam Islam, Ketuhanan merupakan masalah yang paling mendasar, bila pada masalah ini manusia sudah menyimpang dari nilai-nilai Islam, maka tidak akan mungkin terwujud kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Karena itu, menjelaskan bahwa Allah Swt adalah Tuhan yang benar yang harus disembah dan diabdi oleh setiap manusia adalah menjadi misi yang diemban oleh semua Nabi. Karena itu, bila manusia mengabaikan misi para Rasul ini, kehancuran hidup dunia dan akhirat tidak bisa dielakkan lagi sebagaimana sejarah telah mencatatnya, Allah berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu", maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk ada ada orang yang sudah pasti kesesatan baginya. Maka berjanlanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul) (QS 16:36).
2. Jahiliyah Dalam Akhlak.
Kata Jahiliyah juga digunakan oleh Allah Swt untuk menamakan akhlak atau prilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang datang dari-Nya, misalnya saja penampilan seorang wanita yang tidak islami, sikap sombong, pembicaraan yang tidak bermanfaat, perzinahan dll. Allah Swt berfirman dalam kaitan menceritakan kasus yang terjadi pada Nabi Yusuf yang artinya: Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu akan akan cenderung (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh (QS 12:33).
Pada ayat lainnya, Allah juga berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu (QS 33:33). Terdapat juga firman lain yang artinya: Ketika orang-orang kafir menanamkan ke dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min (QS 48:26). Dan ayat yang menggambarkan kejahiliyahan dalam bentuk pembicaraan yang tidak bermanfaat adalah firman Allah yang artinya: Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil" (QS 28:55).
Kejahiliyahan dalam akhlak telah membawa dampak negatif yang sangat besar sejak masa lalu hingga hari ini dan hari kiamat nanti. Terjadi kerusakan dibidang perekonomian, kemanusiaan, kekeluargaan, kemasyarakatan hingga lingkungan hidup yang didiami oleh manusia dan manusia mengalami akibat dari semua itu, Allah berfirman yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS 30:41).
3. Jahiliyah Dalam Hukum.
Dalam masalah hukum, Allah Swt juga menggunakan kata jahiliyah untuk hukum-hukum selain dari hukum Allah atau hukum yang bertentangan dengan hukum-Nya. Itu sebabnya seorang muslim jangan menggunakan hukum yang lain kecuali hukum Allah atau jangan gunakan hukum yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah. Dalam pelaksanaan hukum, manusia sebenarnya mencari keadilan dan manusia tidak akan memperoleh keadilan itu kecuali apabila hukum-hukum Allah ditegakkan. Karena itu, amat aneh apabila manusia ingin mendapatkan keadilan yang hakiki, tapi hukum-hukum lain, yakni hukum yang bertentangan dengan hukum Allah diperjuangkan penegakkannya. Hukum yang datang dari Allah memberikan keadilan bagi umat manusia, baik dalam masalah pribadi, keluarga maupun masyarakat, negara dan bangsa. Allah berfirman yang artinya: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin (QS 5:50).
Sebagai sebuah contoh, ketika beberapa orang sahabat datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta komentar atas terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan para pembesar masyarakat tapi mereka dibiarkan saja dengan kesalahan dan dosa yang mereka lakukan, maka Rasulullah menegaskan: "Seandainya anakku, Fatimah mencuri, akan aku potong tangannya". Disamping itu, ketika Ali bin Abi Thalib mengajukan ke pengadilan seorang Yahudi yang mencuri baju besinya kepada Khalifah Umar bin Khattab, maka di pengadilan itu, Umar justeru membebaskan orang Yahudi dari segala tuduhan, karena kesalahan yang dilakukannya tidak bisa dibuktikan secara hukum.
Tegasnya amat banyak contoh dalam sejarah yang menggambarkan betapa bila hukum-hukum Allah ditegakkan, manusia akan mendapatkan keberuntungan, bahkan tidak hanya bagi kaum muslimin, tapi juga mereka yang non muslim. Sementara ketika hukum-hukum jahiliyah yang tegak, maka yang menderita bukan hanya mereka yang jahiliyah, kita yang taat kepada Allah juga bisa merasakan akibat buruknya. Hanya persoalannya, begitu banyak manusia yang "bodoh" sehingga tidak bisa membedakan mana yang haq dan bathil dan akibatnya tidak bisa menjatuhkan pilihannya kepada kepada yang haq itu. Oleh karena itu, siapa saja yang tidak mau berhukum kepada hukum Allah, ada dimasukkan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS 5:44).
Dalam kehidupan kita di dunia ini, tiga persoalan di atas merupakan sesuatu yang tidak terpisah-pisah, yakni aqidah, syari'ah dan akhlak. Karena itu, apabila pada tiga sisi ini tidak sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam diri kita, itu berarti telah terjadi kejahiliyahan pada diri kita yang tentu saja harus kita jauhi, karena kejahiliyahan merupakan sesuatu yang tercela dan itu sebabnya, Rasulullah Saw bertugas membebaskan manusia dari segala unsur kejahiliyahan.
KOMITMEN DALAM BERIMAN
Iman adalah permasalahan yang paing urgen dalam kehidupan orang muslim.Karena iman ini menentukan masa depan kehidupannya di akhirat. Semua orang yang mengaku dirinya beriman akan diuji kebenaran nya oleh Allah SWT. (QS. 29:2). Ketulusan iman nya dapat dilihat dari kestabatannya dalam memegang teguh nilai-nilai iman itu sampai akhirat.
Tsabat adalah wujut nyata keteguhan hati seorang muslim dalam memegang teguh dan mengaplikasikan nilai-nilai keimanan sampai kematian menjemputnya, apapun kondisi yang dialami nya. Dalam keadaan senang, susah, gembira, sedih, sedang mendapat nikmat, ditimpa musibah, menghadapi intimidasi dan ancaman, ketika diserahi amanat baik harta, pangkat maupun kuasa. Dalam hal ini Rasulullah SAW menjadi tauladan dalam tawaran harta ,kuasa,ancaman dan intimidasi tidak menggeser sedikitpun keyakinan beliau untuk menyampaikan risalah Islam.
Dengan tegas beliau mengatakan pada pamannya Abu thalib.:Wahai paman,seandainya mereka orang kafir quraisy meletakkan matahari ditangan kananku ,dan bulan ditangan kiriku agar aku meninggalkan perkara ini Aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkan atau menemui kematian."
Sejarah juga pernah mencaatat terjadsinya peristiwa besar yang memperlihatkan keimanan dan ketsabatan sahabat-sahabat Rasul saw dalam mempertahankan iman mereka. Setalah dua tahun dari hijrah rasul ke madinah, terjadilah perang besar antar akaum muslimin dengan kaum quraisy mekkah yaitu perang badar. Perang ini berawal dari ajakan rasulullah saw kepada para sahabat untuk mencegah kafilah dagang quraisy dalam perjalanan pulang dari Syam. Abu Sofyan ternyata menyadari akan gerakan ini. Sehingga ia berinisiatif untuk menyusuri jalan untuk meloloskan diri dari intaian rasulullah saw dan para sahabat.
Berita pencegahan terhadap barang perniagaan kafilah dagang quraiys cepat tersebar di seluruh lorong kota Mekkah. Dengan serta merta mereka mempersiapkan pasukan besar untuk menyelamatkan barang dagang mereka dan untuk melumatkan kekuatan kaum muslimin. Tidak mengherankan jika hampir seluruh pembesar pasukan Quraisy turut bergabung dalanm pasukan ini. Abu Jahal sebagai komando tertinggi.Dengan demikian kaum muslimin menghadapi pasukan besar dari Mekkah begitu kafilah dagang lolos.
Hal ini mendorong rasul untuk melakukan musyawarah guna melihat sikap para sahabat dalam posisi mereka saat ini. Karena kafilah yang menjadi tujuan mereka keluar dari Madinah, dan menjelma menjadi kekuatan militer yang lengkap dengan persenjataan dan kesiapaan yang matang. Lebih-lebih apa yang akan lakukan selanjutnya menuntut pengorbanan tenaga hingga nyawa. Kaum muhajirin diwakili oleh Abu Bakar dan Umar, menyatakan kesiapan mereka.
Kesiapan kaum muhaijirin ini dinyatakan oleh Al Miqdad bin Amru:"Wahai rasulullah, berangkatlah sesuai dengan yang dikehendaki Allah kepadamu, kami akan selalu bersamamu. Demi Allah kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti perkataan bani israel kepada musa, pergilah engkau dan Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua kami di sini duduk menanti, tetapi kami akan mengatakan pergilah engkau dan Tuhanmu dan berperangah kamu berdua kami akan siap menjadi pembela. Demi dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya kau berjalan dengan kami ke suatu tempat yang sukar untuk dicapai sungguh akan kami lalui bersamamu hingga engkau sampai kepada tempat itu."
Melihat kesiapan saudaranya dari kalangan Muhajirin kaum Anshor pun tidak mau ketinggalan untuk membela agama Allah (Islam). Dengan gelora keimanan yang membara sesepuh Anshor melontarkan kata-kata,mewakili kaumnya:"Wahai rasulullah sungguh kami telah beriman kepadamu dan mengakui bahwa apa yang engkau bawa adalah benar. Kemudian kami telah memberikan janji dan sumpah setia untuk mendengar dan taat. Karena itu laksanakanlah apa yang engkau kehendaki (menjadi keputusanmu) ya rasulallah, kami akan selalu bersamamu.
Demi Allah Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran seandainya kamu perintahkan kami untuk mengharungi perang ini niscaya akan kami lakukan.Tidak seorang pun di antara kami yang menolak perintahmu dan tidak seorangpun yang mundur dari medan perang ini. Sekarang atau pun besok. Kami sanggup dan tabah menjalani peperangan ini serta kami siap sedia untuk syahid di dalamnya. Mudah-mudahan Allah memperlihatkan apa yang engkau dambakan dari kami, maka berangkatlah dengan berkat Ilahi." Tatkala kedua belah pihak bertemu rasulullah saw selalu memberikan semangat kepada sahabat-sahabatnya,"barangsiapa yang bertempur dengan penuh kesabaran, semata mengharap ridlo Allah dan tidak melarikan diri (tsabat), tidak ada ganjaran yang lebih pantas selain surga."
Selain beliau pun tidak putus-putusnya bermunajat kepada Allah untuk kemenangan ummatnya;"Ya Allah aku nantikan janji-janji-Mu,Ya Allah jika pasukan ini kalah tidak ada lagi orang yang menyembah-Mu di muka bumi ini." Hingga akhirnya peperangan ini dimenangkan oleh pihak kaum muslimin. Tidak kurang 20 dari kaum musyrikin yang terbunuh, diantaranya Abu Jahal dan 20 lainnya tertawan. Dalam peristiwa ini dapat kita saksikan ketsabatan iman orang-orang yang terbina dalam madrasah rasulullah saw. Iman yang ditanamkan pada jiwa dan hati mereka membuahkan ketsabatan yang tiada tandingannya dalam memegang teguh nilai-nilai iman itu. Sehingga mampu melewati dan mengalahkan segala bentuk ujian dan fitnah.
Ujian dengan bentuk ancaman orang-orang musyrikin Mekkah dengan pasukannya serta siap dan lengkap ujian mental untuk terjun ke medan pertempuran yang beresiko kematian. Ujian fitnah dunia yaitu harta (kafilah dagang) yang menjadi sasaran utama mereka keluar dari Madinah sehingga membuat sebagian mereka enggan untuk melakukan pertempuran (Al Anfal: 5-7).
Hakikat dari tsabat (keteguhan hati) tidaklah pada kekuatan saat menghadapi siksaan dan intimidasi atau pada kesabaran saat ditimpa musibah. Tetapi tsabat itu terletak pada kekuatan akidah, kesinambungan dalam pembinaan iman dan kesabaran dalam menghadapi rintangan. Alangkah disayangkan seseorang mampu untuk bersabar dan tsabat dan sabar saat menghadapi musibah, tantangan dan cobaan tetapi tidak mampu untuk tsabat dan sabar dalam mempertahankan akidah dan mendakwahkannya.
Dalam realita kehidupan kita dapati banyak orang yang mampu untuk bertahan saat datang fitnah keindahan dunia. Abdurahman bin Auf mengatakan,"Kita diuji dengan kesabaran. Kita mampu bersabar. Tetapi apabila kita diuji dengan kesenangan kita tidak mampu. Dengan demikian apabila seseorang tidak mampu tsabat dan sabar saat ditimpa ujian kesusahan maka bagaimana ia akan dapat memegang teguh nilai-nilai iman saat dicoba oleh Allah dengan fitnah harta, kedudukan dan pangkat.
| ||
| |
STUDY KISAH-KISAH AL-QURAN "Maka apakah tidak lebih baik bagi penduduk suatu kota yang dibinasakan beriman, lalu iman mereka memberi manfaat kepada mereka, akan tetapi kaum yunus manakala telah beriman, Kamipun mengangkat panjang dari mereka azab kehinaan di dunia dan Kami berikan kepada mereka kemakmuran yang cukup." (QS Yunus: 98) Suatu umat secara keseluruhan tidak pernah beriman kecuali umat Nabi Yunus AS, semata-mata karena takut dengan azab Allah yang pernah dijanjikan oleh Nabi mereka. Setelah mereka menyaksikan tanda-tanda kedatangan azab tersebut dan perginya Nabi Yunus AS dari tengah-tengah mereka. Lalu mereka bertaubat, agar azab yang telah dijanjikan diangkat oleh Allah ta'ala. Lalu Allah memberikan keampunanNya sekaligus memberikan kemakmuran yang cukup panjang. Ketika Nabi Yunus marah dan lari dari kaumnya karena ulah yang dilakukan kaumnya. Lalu Nabi Yunus dan sejumlah kecil sahabat-sahabatnya berlayar mengarungi samudra luas. Ditengah-tengah perjalanan mereka dihadang oleh badai yng cukup kuat dan dahsyat yang mengancam keselamatan mereka. Mereka hanya bisa selamat jika salah seorang mereka dibuang ke laut. Lalu mereka mengadakan undian dan keluarlah nama Nabi Yunus AS. Kemudian Nabi Yunus dibuang dan disambut oleh ikan. Ketika Yunus merasa mapan-sekira-kira telah mati, ia menggerakkan anggota tubuhnya ternyata masih hidup. Ketika itu ia sujud kepada Allah swt dan berkata: "Ya Rabbi aku sujud kepada Mu, ditempat yang mana orang tidak pernah sujud kepada Mu". Qatadah mengatakan: "Yunus berada di perut ikan selama tiga hari, dan dikatakan tujuh hari dengan kudrat Allah taala". Ketika nabi Yunus bertasbih dan berdoa: " Allahumma la Ilaha illa Antasubhanaka inni kuntu mina ddzalimin", Malaikat mendengar suara tersebut dan berkata kepada Allah : "Kami mendengar suara hambaMu didasar lautan. Siapakah dia? Allah berkata:" Hambaku Yunus bin Mata". Malaikat berkata :" HambaMu yang soleh ?" Allah menjawab : "Ya." Kembali malaikat berkata:" Ya Allah apakah engkau tidak merahmatinya di kegelapan lautan sebagaimana ia telah banyak berbuat amal soleh". Akhirnya Allah memerintahkan agar ikan memuntahkan nabi Yunus as. Fiqh Dakwah Yang Di ambil Dari Kisah Nabi Yunus as. Sabar dan Stabat di Jalan Dakwah. Dakwah adalah amal suci yang telah dilakukan oleh para nabi terdahulu dan orang-orang yang soleh. Sabar dijalan dakwah maksudnya: menahan kepedihan dan keluhan serta sabar dan tsabat di atas takalif (beban) dakwah. Dakwah tidak dihiasai dengan bunga dan keindahan. Dan tidak akan terlepas dari pembangkang yang menentang dan memusuhi. Dakwah jalannya panjang dan sulit serta dihadapannya duri-duri tajam dan darah, dihiasi dengan fitnah dan ujian. Iman tidaklah sebatas dilidah saja. Para da'i sekarang ini seyogyanya meneladani kisah para nabi terdahulu seperti Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad as. Hampir disetiap saat mereka dihadapkan dengan tantangan dan ujian. Disamping itu ada kisah yang menarik yang dapat dijadikan pedoman bagi para da'i dewasa ini, kisah nabi Yunus as. Nabi Yunus yang tidak sabar atas takalif (beban ) risalah, hanya seketika dadanya menjadi sempit karena ulah kaumnya, lalu ia meninggalkan kaumnya hingga ia mendapat ujian dari Allah Ta'ala. Kalau saja ia tidak segera sadar atas kedzaliman tersebut, niscaya Allah tidak akan mengeluarkannya dari kesulitan yang menimpa beliau. Hikmah yang dapat diambil dari kisah tersebut bahwa kesabaran dan kestabatan sangat dituntut pada diri para da'i ilallah ketika menghadapi kendala-kendala dakwah. Dan senantiasa menanamkan kestiqahan kepada Allah ta'ala.Disaat da'i lemah kestiqahannya kepada Allah, disaat itu juga Allah mulai melupakannya.Nabi Yunus adalah saksi nyata akan hal ini. Taubat, tasbih dan sujud yang dilakukan Yunus as dapat mengeluarkannya dari kegelapan. Sayyid Qutb dalam tafsirnya mengatakan: "Para da'i yang benar adalah mereka yang tidak putus asa. Sabar dan tsabat dalam menghadapi berbagai fitnah. Baik yang muncul dari extern (baca :manusia) maupun intern ,dalam hal ini adalah pribadi da'i sendiri. Mampu memikul beban dakwah yang sulit dan panjang. Mereka itulah orang yang tidak pernah disia-siakan Allah taala. Dengan 'amalsoleh, jihad dan ihsan yang mereka lakukan Allah akan memberikan ganjaranNya, baik di dunia maupun di akhirat." Da'i yang benar senantiasa berinteraksi dengan janji Allah bahwa kemenangan akan berada dipihaknya. Timbul pertanyaan kenapa kemenangan tersebut masih belum muncul pada umat sekarang ini?. Jawabannya: "Karena umat masih lemah dan masih belum ikhlas dengan islam , jihad dan dakwahnya." Sejarah adalah saksi nyata, bahwa Islam tidak pernah menang dan jaya dengan senjata dan kekuatan lahir. Akan tetapi, kemenangan lebih banyak diraih oleh kaum muslimin dengan modal hati-hati yang telah terjalin kuat dengan Allah ta'ala. Dan dalam waktu yang singkat mereka berhasil mempersembahkan peradaban alam Islam universal berkat eksistensi jiwa yang telah subur di dada mereka. Isti`jal dan bahayanya. Ketergopohan Nabi Yunus as hampir saja menjadi sebab kehancuran kaumnya. Kisah Nabi Yunus sangat menarik dijadikan 'ibrah (pelajaran) bagi para da'i masa kini. Melihat realita umat Islam dewasa ini, sungguh sangat mencekik dan memprihatinkan. Dimana konflik krisis ini tidak mungkin diselesai dalam waktu satu atau dua hari. Waktu yang akan ditempuh cukup panjang dan berduri, namun upaya keras kearah itu adalah 'amal murni yang sangat diredhai oleh Allah ta'ala. Kondisi umat Islam dewasa ini memerlukan kepada generasi yang siap dan sosok-sosok qudwah unggul. Kembali melihat sejarah kebelakang pada masa Rasulullah saw. Ketika Khabbab bin 'Art datang mengadu kepada Rasulullah saw, meminta agar Rasulullah berdo'a kepada Allah swt untuk memberikan bantuan.. Rasul menjawab: "Adalah orang-orang sebelum kamu dikubur hidup-hidup, digergaji kepalanya, tanpa ada mengeluh dan berpaling dari agama Allah ta'ala, akan tetapi kamu adalah orang-orang yang tergopoh-gopoh(isti`jal). Fiqh Realita, Dakwah Bil Hikmah Berkaitan dengan kisah Yunus as, ada satu hal yang menarik dikaji dan menjadi pedoman bagi para aktifis dakwah dewasa ini. Baik dalam skop indifidu maupun jama'ah (kelompok). Dimana para da'i banyak yang jatuh kejurang kesalahan yang cukup sensitif dan fatal. Kalau dikaji lebih cermat mereka dapat di kategorikan kepada dua macam: Pertama: Para da'i memahami realita, tetapi dengan tidak berdasarkan dasar-dasar syari'ah yang sempurna dan kokoh. Karena kelemahan mereka dalam membangun sebuah dakwah yang sesuai dengan tuntutan Islam yang syamil. Sehingga sebagian mereka telah banyak menaburkan amal-amal yang suci dan mahal, akan tetapi belum dapat merealisasikan tujuan yang mereka cita-citakan, yaitu untuk menegakkan hukum Allah dibumi.Karena khalal (ketimpangan) yang terjadi pada manhaj (pola gerak) mereka. Kedua: Da'i-da'i yang telah memiliki kafaah (wawasan ) syari'ah yang mantap dan metode yang tepat. Tetapi tidak atau kurang memahami realita. Tidak berinteraksi dengan fase-fase dakwah yang mesti dilalui, akhirnya mereka jatuh kejurang kesalahan. Menuntut hasil sebelum waktunya tiba.Mereka tidak membedakan manhaj dan uslub (methode). Hingga hasil tidak sesuai dengan yang diimpikan. Jalan Keluarnya, Dakwah Bil Hikmah Dakwah yang benar, yang dapat menghasilkan buah adalah dakwah yang tegak diatas syariah Islamiyah bersumber dari al-Quran dan Sunnah dan fiqh salafusshalih. Diantaranya fiqh realita. Dalam waktu yang singkat mereka telah berhasil merealisasikan peradaban Islam universal. Dengan demikian selamatlah da'i dari penyelewengan dan kesalahan. Hal ini berpedoman kepada Firman Allah: "Ud'u ila sabili rabbika bil hikmati wal ma'uidzatil hasanati wa jadilhum billati hiya ahsan(An-nahl :125). Wallahu alam. | | |
| | |
Urgensi Tawaddu` Dalam Pembinaan Pribadi Muslim.
Oleh: Roudhatul Firdaus Arab, Lc
Suatu hari saat Rasul SAW berkhutbah, beliau dihentikan oleh seorang yang tidak dikenal, ingin menanyakan sesuatu. Rasul SAW langsung turun mimbarnya dan menghampiri sipenanya. Setelah selesai, beliau kembali ke mimbar dan melanjutkan khutbah. Cerita ringkas diatas adalah salah satu bentuk dari sifat Rasul saw. Sebagai nabi yang memiliki kedudukan sangat mulia disisi ALLAH, beliau tidak segan-segan memenuhi kebutuhan rakyat kecil, membantu mereka dalam setiap kesempatan.
Ma`na tawadu`
Tawadu` adalah kata yang sering kita dengung-dengungkan. Merupakan antonim dari takabur (sombong). Tawadu` merupakan sifat utama seorang muslim. Ketika Allah swt mengingatkan bahwa Allah swt akan mengganti kaum yang murtad dengan sekelompok umat yang sangat dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah, Dia menyatakan bahwa mereka adalah umat yang berlaku lemah lembut terhadap sesama muslim, tetapi sangat keras terhadap orang kafir.
Kalimat Azillatin 'alal mukminin, mengandung empat ma'na terkait. Yaitu, tawadu` kepada sesama muslim, dibarengi dengan kasih sayang, lemah lembut dan simpatik serta khusu`. Inilah sifat mukmin sejati. Sementara A`izzatin 'ala kafirin, berma'na mulia dan tegas serta kuat yang dilandasi dengan sikap percaya diri, tidak merasa hina.
Tidak sedikit nash Al Qur'an maupun hadits yang mengangkat urgensi tawadu` sebagai simbol kesempurnaan seorang muslim. Diantaranya, firman Allah dalam surat Al Furqan 63 'Wa 'ibaadurrahmanillaziina yamsyuuna 'alal ardhi hauna' . Dinyatakan bahwa salah satu sifat hamba Allah adalah haun. Secara etimologi alhaun berarti lemah lembut dan merupakan sifat ahli iman. Sementara alhuun berarti kehinaan, dan merupakan sifat orang kafir. Meskipun secara lahiriyah mereka tampak mulia, namun sebenarnya mereka hina. Bahkan lebih hina dari makhluk lainnya. Ibnu Qoyyim Al Jauzi menginterpretasikan alhaun dengan tenang dan tidak congkak atau sombong.
Kiranya perumpamaan hubungan seorang muslim dengan sesamanya bagaikan seorang ibu dengan anaknya. Hubungan yang penuh curahan kasih sayang , lemah lembut . Sebaliknya seorang muslim terhadap orang kafir, bagaikan seekor singa yang siap menerkam mangsanya. Asyiddaa` 'alal kuffaar ruhama` bainahum. Ketika imam Fudhail bin `iyad ditanya ma'na tawadu` beliau menjawab: Anda tunduk kepada kebenaran dan menerimanya dari siapa pun kebenaran itu datang. Adapun takabur secara bahasa mengandung arti kesombongan yang menyeret manusia kepada sikap merendahkan orang lain dan enggan menerima kebenaran.
Dari beberapa definisi diatas dapat dilukiskan bahwa tawadu` menengahi sifat sombong dan perasaan rendah diri dan hina sekaligus sebagai standar. Apabila satu sisi lebih berat dari yang lain, akan timbul kesombongan atau kehinaan. Jika neraca tadi berimbang sisinya, maka itulah tawadu`. Tawadu` dan takabur adalah sifat hati, tetapi ciri-cirinya dapat dilihat dari tindak tanduk seseorang.
Contoh kongkrit sifat tawadu`.
Tawadu` adalah budi pekerti Rasul dan para sahabat serta tabi'in hasil binaan madarasah nabawiyah. Tidak aneh dijumpai berbagai kejadian yang notabene adalah hasil tarbiyah yang mereka realisasikan dalam kehidupan. Mereka menjalani kehidupan dengan penuh ketenangan lahir dan batin dan ketika ditimpa musibah mereka berkata 'Innalillahi wa inna ilaihi raaji'un' sebagai realisasi tawadu`. Manakala orang mengusik ketenangan tersebut, baik berupa cercaan, hinaan, siksaan, mereka hanya berucap 'Salaamaa', dengan keyakinan bahwa semua itu akan diberi ganjaran oleh sang Khaliq.
Rasulullah saw tidak segan-segan memberi salam kepada sekelompok anak-anak yang sedang bermain, memenuhi undangan, memerah sapi, menjahit pakain sendiri, makan bersama para pembantu, menziarahi orang sakit, dsb. Beliau juga bercanda ria dengan para sahabat. Suatu hari beliau didatangi seorang perempuan tua mohon dido'akan agar dapat masuk syurga. Rasul menjawab: Wahai ibu, syurga itu tidak dimasuki oleh kaum tua. Spontan wanita tadi menagis tersedu-sedu, mengira bahwa ia tidak pantas masuk syurga. Tapi Rasul saw segera menenagkannya sambil membacakan ayat 35-38 surat Al Waqi'ah. Ketika beliau melihat seorang bocah termenung sedih karena seekor burung piaraannya mati., Beliau menghampiri seraya bertanya: Wahai `Umair, apa kabar Nughair (nama burung kecil)..?
Ini beberapa contoh kecil sifat tawadu` Rasul saw. Beliau ingin mengajarkan kepada umat bahwa perbedaan starata sosial bukanlah standar dalam menilai status seseorang. Manusia sering terjebak kamuflase kehidupan. Sehingga dalam menilai sesuatu selalu dikaitkan dengan sudut pandang material. Tidak aneh jika harta yang banyak, daya intelektualitas yang tinggi atau bentuk tubuh yang menawan, sering menimbulkkan sifat angkuh dan congkak, merasa lebih baik dari yang lain.
Boleh jadi ia lupa bahwa visi manusia (mizan ardh) tidak berarti apa-apa dibanding nilai-nilai langit (mizan sama`) dimana taqwa menjadi tolak ukurnya. Untuk itu, ketika Rasul saw bertanya kepada para sahabat tentang seseorang, mereka menjawab ia adalah orang terhormat. Jika ia melamar akan diterima, jika berbicara orang mendengarkan perkataannya. Namun ketika Rasul saw bertanya tentang yang lain para sahabat spontan menjawab: ia adalah orang miskin. Jika melamar akan ditolak, jika berbicara tidak ada yang memperhatikannya. Saat itu Rasul saw berkata: Orang kedua ini lebih baik daripada dunia serta isinya.
Pemahaman diatas mendorong Umar bin Khattab R.A untuk selalu melakukan pekerjaan yang sepantasnya dikerjakan oleh rakyat biasa. Kapasitas beliau sebagai khalifah tidak menghalanginya mengangkat air, tidur beralaskan sandal. Umar menjelaskan: Ketika manusia tunduk dibawah kekuasaanku, kesombongan sempat menyelinap dalam jiwaku. Aku ingin menghilangkan kesombongan itu dengan memupuk ma'na tawadu`.
Abu Dzar Al Ghifari R.A seorang sahabat yang mulia sempat terperangkap oleh mizan ardhi tadi, ketika berkata :Wahai anak budak hitam. Setelah sadar beliau sangat meyesali kelancangannya, terlebih ketika Rasul saw mengecam perbuatan tersebut sebagai perangai jahilliyah. Abu Dzar bersumpah untuk tidak mengangkat kepala dari tanah sampai Bilal menginjaknya sebagai tanda penyesalan.
Upaya memupuk nilai tawadu`.
Sifat tawadu` dapat dipupuk dengan selalu mengingat keagungan dan kebesaran Sang pencinta. Merenungi ayat-ayat Al Qur'an dan kauniyah, menyimak sirah para salafus shaleh serta mengingat kematian yang siap saat menghampiri. Allah swt menciptakan hambanya dari setetes air hina. Kemudian ia dapat hidup dan berkembang berkat rahmat Ilahi, lalu ia akan kembali ketanah seperti semula. Lantas kenapa kita masih menganggap remeh saudara kita sesama muslim??
Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar